Penelitian ini bertujuan mengungkap sudut pandang feminisme antara pengarang perempuan dan pengarang laki-laki terhadap tokoh perempuan dalam novel Angkatan 2000. Metode penelitian yang diggunakan dalam penelitiann ini adalah metode kualitatif deskriptif dengan teknik analisis data Miles dan Huberman. Data penelitian yaitu teks isi novel. Sumber data penelitian yang digunakan adalah dua buah novel dari pengarang perempuan karya Abidah El Khalieqy dan Oka Rusmini, beserta dua buah novel dari pengarang laki-laki karya Habiburrahman El Shirazy dan karya Andrea Hirata. Hasil penelitian menunjukan pengarang perempuan Angkatan 2000 tidak lagi terjebak ke dalam bayang-bayang pengarang laki-laki di dalam menggambarkan feminisme perempuan, yaitu dalam angkatan sastra sebelumnya sosok perempuan selalu digambarkan sebagai mahluk pasif, lemah, patuh, dan tanpa pamrih. Selain itu, bahasa yang digunakan mereka tidak lagi terpaku pada bahasa yang distandarkan oleh sistem patriarkhi. Sementara feminisme sosok perempuan dalam sudut pandang pengarang laki-laki Angkatan 2000, yaitu berupaya menggambarkan feminisme sebagai bagian dari pengalaman batin. Tidak ada simbol bahasa pembebasan dari sistem patriarkhi dengan pemahaman bahwa pengarang laki-laki tidak mencoba menggali pergolakan bathin tokoh perempuan dengan mendalam, karena hal tersebut semacam bagian dari pengalaman batin yang hanya bisa dialami oleh kaum perempuan.Kata kunci: feminis, feminisme perempuan, feminisme laki-laki, angkatan 2000 This study aims to uncover the point of view of feminism between female authors and male authors of female characters in the Angkatan 2000 novel. The research method used in this research is descriptive qualitative with Miles and Huberman qualitative data analysis techniques to analyze the data. The research data are the text of the contents of the novel. The research data sources were taken from two novels by female authors by Abidah El Khalieqy and Oka Rusmini, along with two novels by male authors by Habiburrahman El Shirazy and by Andrea Hirata. The results of the study show that female authors of the Angaktan 2000 are no longer trapped in the shadows of male authors in describing female feminism, that is in the previous literary generation women are always portrayed as passive, weak, submissive, and selfless creatures. In addition, the language they use is no longer fixed on the language standardized by the patriarchal system. While women's feminism in the perspective of the male author in Angkatan 2000, which seeks to describe feminism as part of inner experience. There is no symbolic language of liberation from the patriarchal system with the understanding that male authors do not try to explore the inner turmoil of female characters in depth, because it is a kind of inner experience that can only be experienced by women.Keywords: feminist, female feminism, male feminism, Angkatan 2000