Tax Policy

En  Ecuador,  el régimen de Compañías Foráneas Controladas (CFC) tiene como objetivo prevenir y evitar la evasión fiscal y el traslado de  beneficios a jurisdicciones que tienen baja tributación, bajo los    instrumentos internacionales como el Plan BEPS (Base Erosion and Profit Shifting) de la Organización para la Cooperación y el Desarrollo  Económico  (OCDE).  No obstante, su implementación enfrenta varios  riesgos para la  inversión extranjera y la planificación fiscal de los contribuyentes. Este paper analiza  el régimen CFC, su aplicación en Ecuador, comparándolo con regulaciones en otros países como Estados Unidos, Reino Unido y Chile, para identificar oportunidades de mejora.    Además, analiza varios aspectos como los criterios de la  imposición  efectiva,  la atribución  de rentas pasivas y los mecanismos  de  declaración.  Concluye que,  es menester  ajustar  el  umbral  de tributación efectiva, la flexibilización de la imputación de rentas y el fortalecimiento de la cooperación internacional para evitar  distorsiones fiscales. Además, se recomienda la modernización de procesos de fiscalización y la implementación de incentivos fiscales para no desincentivar la inversión e incentivar el cumplimiento voluntario.

El capítulo, comunicación técnica presentada al XXIV Congreso Anual de la Academia Mexicana de Derecho Fiscal, parte de la relación óntica entre las nociones de tributo y sanción para ahondar en la identificación de los casos de abuso de ambas figuras, bajo la forma de la suplantación de la una por la otra: tributos y sanciones «atípicos» o «impropios». Los primeros son medidas que, teniendo naturaleza sancionatoria y fundamento teórico en la necesidad de protección de bienes jurídicos esenciales -esto es, penas en sentido estricto- son indebidamente utilizadas como: (i) módulos de incremento artificioso de la fiscalidad, en la medida en la que acrecientan la contribución individual con el sostenimiento de los gastos públicos sin que haya afectación real a un bien jurídico tutelado; y consecuencialmente, como (ii) medios de financiamiento del gasto ordinario, a través de la regla de universalidad presupuestaria. Esto es, sanciones que actúan como si fuesen tributos. En los segundos, el legislador merma los derechos del sujeto pasivo tributario mediante la manipulación al alza de la base imponible en exceso de la capacidad contributiva, logrando -así- el mismo efecto aflictivo de las penas. En otras palabras, las sanciones «indirectas», «atípicas» o «impropias» suponen el uso inidóneo -y por ello, desproporcionado- del dimensionamiento de la prestación tributaria para lograr los fines de la pena, con abandono de las garantías sustantivas y procedimentales del Derecho sancionador y, en particular, de la culpabilidad.

ES: El artículo plantea que el sistema tributario debe sustentarse en principios de justicia, equidad e igualdad, siguiendo teorías filosóficas como las de Rawls y Dworkin. Se sostiene que los impuestos no son solo mecanismos de recaudación, sino herramientas fundamentales para la redistribución de la riqueza en un Estado social y democrático de derecho. La actual concentración de riqueza y la baja carga fiscal sobre los superricos evidencian una injusticia estructural que amenaza la legitimidad del sistema.
Se analizan distintos modelos de impuestos al patrimonio en países como España, Noruega y Suiza, así como propuestas académicas y multilaterales que promueven gravámenes progresivos, globales o extraordinarios. También se abordan problemas como la competencia fiscal internacional, la elusión y la falta de equidad interterritorial. La conclusión es clara: se necesita una reforma fiscal integral que garantice igualdad de oportunidades y fortalezca la cohesión democrática.

EN: This article argues that tax systems must be grounded in justice, equity and fairness, drawing on philosophical theories from thinkers like Rawls and Dworkin. Taxes should not be seen merely as revenue tools but as essential mechanisms for redistributing wealth in democratic welfare states. Today's extreme wealth concentration and the minimal taxation of the ultra-net-worth individuals reveal a structural injustice that undermines legal and democratic legitimacy.
The paper examines existing wealth tax models in countries like Spain, Norway and Switzerland, alongside academic and multilateral proposals for progressive, global or exceptional taxes. It also addresses challenges such as international tax competition, tax avoidance and inter-nation inequality. The conclusion is firm: comprehensive tax reform is needed to ensure real equity of opportunity and democratic stability.

Makalah ini disusun sebagai salah satu bentuk pemahaman penulis terhadap sistem perpajakan di Indonesia, khususnya mengenai mekanisme pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang bersifat final dan Pasal 26 yang dikenakan kepada Subjek Pajak Luar Negeri. Melalui makalah ini, diharapkan pembaca dapat memperoleh gambaran yang jelas mengenai dasar hukum, mekanisme, tarif, serta perbedaan perlakuan perpajakan antara wajib pajak dalam negeri dan luar negeri. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat kekurangan, baik dari segi isi maupun penyajian. Oleh karena itu, penulis dengan lapang dada menerima kritik dan saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan karya tulis ini di masa yang akan datang. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing, rekanrekan mahasiswa, serta pihak-pihak lain yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan menambah wawasan bagi para pembaca, khususnya dalam bidang perpajakan.

latar belakang latar belakang Pajak Penghasilan (PPh) merupakan sumber utama penerimaan negara. PPh Pasal 21 dikenakan atas penghasilan orang pribadi dalam negeri, sedangkan PPh Pasal 26 untuk Subjek Pajak Luar Negeri (SPLN) atas penghasilan dari Indonesia. Pemahaman kedua pasal ini penting agar pemotongan pajak dilakukan sesuai ketentuan.

Makalah ini disusun sebagai salah satu bentuk pemahaman penulis terhadap sistem perpajakan di Indonesia, khususnya mengenai mekanisme pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang bersifat final dan Pasal 26 yang dikenakan kepada Subjek Pajak Luar Negeri. Melalui makalah ini, diharapkan pembaca dapat memperoleh gambaran yang jelas mengenai dasar hukum, mekanisme, tarif, serta perbedaan perlakuan perpajakan antara wajib pajak dalam negeri dan luar negeri. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat kekurangan, baik dari segi isi maupun penyajian. Oleh karena itu, penulis dengan lapang dada menerima kritik dan saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan karya tulis ini di masa yang akan datang. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing, rekanrekan mahasiswa, serta pihak-pihak lain yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan menambah wawasan bagi para pembaca, khususnya dalam bidang perpajakan.

PPh Pasal 21 Final adalah pemotongan/pemungutan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang dikenai tarif atau mekanisme pemungutan tertentu sehingga besaran pajak bersifat final bagi penerima penghasilan. PPh Pasal 26 adalah pemungutan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh subjek pajak luar negeri (SPLN) di Indonesia, termasuk orang pribadi dan badan asing, yang sumber penghasilannya berasal dari Indonesia. PPh Pasal 21 Final adalah pemotongan/pemungutan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang dikenai tarif atau mekanisme pemungutan tertentu sehingga besaran pajak bersifat final bagi penerima penghasilan. PPh Pasal 26 adalah pemungutan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh subjek pajak luar negeri (SPLN) di Indonesia, termasuk orang pribadi dan badan asing, yang sumber penghasilannya berasal dari Indonesia.

This qualitative study examines how micro-level tax burdens borne by households and firms influence economic behavior, and how macro-level tax policy shapes aggregate demand and legitimacy. Through interviews, focus groups, and document review, themes of fairness, compliance motivations, and perceived efficacy emerge. The results suggest taxation is not just a revenue mechanism but a behavior modulator: perceptions, legitimacy, and administrative design matter. The study calls for balanced, transparent tax systems to foster both efficiency and trust.

1. Menurut anda, bagaimana ketidakpatuhan bendaharawan pemerintah terhadap pemungutan PPh Pasal 22 dapat memengaruhi transparansi dan kredibilitas instansi pemerintah di mata publik? Jawaban: Ketidakpatuhan bendaharawan pemerintah terhadap pemungutan PPh Pasal 22 dapat berdampak serius terhadap transparansi dan kredibilitas instansi pemerintah di mata publik.

Berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, PPh 22 merupakan bentuk pemotongan atau pemungutan pajak yang dilakukan satu pihak terhadap wajib pajak dan berkaitan dengan kegiatan perdagangan barang. PPh Pasal 22 adalah pajak penghasilan yang dipungut oleh bendahara atau perusahaan tertentu, baik milik pemerintah maupun swasta. Pajak ini biasanya dikenakan pada kegiatan ekspor, impor, re-impor, dan beberapa jenis usaha lainnya.

Yang di maksud dengan nilai impor adalah nilai yang berupa uang yang menjadi daftar perhitungan Bea masuk yaitu Cost Insuranceand Freight (CIF) ditambah Bea masuk dan pungutan lainnya yang dikenakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan kepebebanan barang impor.

Assalamualaikum wr.wb. Puji syukur atas rahmat Allah SWT, berkat rahmat serta karunia-Nya sehingga makalah ini dapat selesai. Makalah ini dibuat dengan tujuan memenuhi tugas mata kuliah Aspek Hukum dalam Bisnis dari Bapak Dr. Wirmie Eka Putra. Selain itu, penyusunan makalah ini bertujuan menambah wawasan kepada pembaca. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak Dr. Wirmie Eka Putra selaku dosen mata kuliah Akuntansi Perpajakan. Berkat tugas yang diberikan ini, dapat menambah wawasan penulis berkaitan dengan topik yang diberikan. Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesarnya kepada semua pihak yang membantu dalam proses penyusunan makalah ini. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan masih melakukan banyak kesalahan. Oleh karena itu penulis memohon maaf atas kesalahan dan ketidaks empurnaan yang pembaca temukan dalam makalah ini. Penulis juga mengharap adanya kritik serta saran dari pembaca apabila menemukan kesalahan dalam makalah ini.

dosen mata kuliah Perpajakan 2 yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini. Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat-Nya sehingga makalah ini dapat tersusun sampai selesai tepat pada waktunya. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah "Perpajakan 2"yang di ajar oleh bapak Dr. Wirmie Eka Putra S.E., M.Si. dan ibu Restu Hanin Annisaa, S.E. M.Ak Makalah ini kami susun dengan Sungguh-sungguh. Banyak rintangan yang di lewati, baik itu yang datang dari diri kami Sendiri maupun yang datang dari luar. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan dan Kemampuan yang penulis miliki. Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang bermanfaat. Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Dan semoga dengan selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Jambi, OKTOBER 2025 Evan aldian pratama

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-Nya, makalah yang berjudul "Pajak Penghasilan Pasal 22" ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas akademik sekaligus sebagai sarana untuk memperdalam pemahaman tentang peran fasilitas dalam mendukung proses pendidikan di institusi perguruan tinggi negeri. Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini tidak akan berjalan lancar tanpa adanya bantuan, bimbingan, serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Wirmie Eka

makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan mengenai perhitungan PPh 22. Dan saya juga berharap makalah ini bisa bermanfaat untuk saya pada khususnya dan pembaca pada umumnya. Walaupun demikian, sudah tentu makalah ini masih terdapat kekurangan dan belum dikatakan sempurna karena keterbatasan kemampuan saya. Oleh karena itu, saya harapkan kritik dan saran agar dalam pembuatan makalah yang akan datang bisa lebih baik lagi. Akhir kata, saya berharap makalah ini bisa menambah pengetahuan bagi pembaca mengenai perhitungan PPh 22.

This white paper redefines Tax Hells for the 21st century as modern fiscal architectures operating through data extraction and behavioral control rather than taxation by monetary rates. It introduces Taxhells — a new research framework describing fiscal systems in which the informational and procedural cost of compliance exceeds the monetary cost of taxation.

The study draws on Hansen & Kessler’s (2001) model of Tax Havens and Tax Hells, OECD transparency mechanisms (CRS, FATCA, DAC7), and global data-governance research to outline how compliance, surveillance, and sovereignty have merged into a single logic of fiscal control.

Official DOI: 10.5281/zenodo.17273312

Publisher: Taxhells Strategic Research Initiative – Geneva, Switzerland.

PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 FINAL DAN PASAL 26 BAGI SPLN (SUBJEK PAJAK LUAR NEGRI)

Dosen Pengampu: Dr. Wirmie Eka Putra, S.E . ,M.Si
                              Scheilla Aprilia Murnidayanti, S.Pn. , M.A.
                     
Nama : Audita Hernandes Hasibuan
Nim : C0D024037
Prodi : Perpajakan (F)
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Jambi

Pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) atas penghasilan yang diterima Subjek
Pajak Luar Negeri (SPLN) telah diatur dalam ketentuan perpajakan Indonesia. Dua
aturan yang paling sering dikaitkan dengan SPLN adalah PPh Pasal 21 dan PPh Pasal
26. PPh Pasal 21 biasanya dikenakan atas penghasilan yang diterima individu,
misalnya tenaga kerja asing yang bekerja di Indonesia. Sementara itu, PPh Pasal 26
umumnya berlaku untuk jenis penghasilan lain yang bukan berasal dari hubungan
kerja, seperti bunga, dividen, royalti, sewa, maupun imbalan jasa.

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang PPh (UU PPh), penghasilan didefinisikan sebagai setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar negeri. PPh bersifat final untuk jenis penghasilan tertentu, artinya pajak yang dipotong atau dipungut dianggap sebagai pajak terakhir dan tidak dapat dikreditkan terhadap PPh tahunan. Konsep ini bertujuan untuk menyederhanakan administrasi pajak dan memastikan penerimaan negara yang cepat, terutama dalam transaksi internasional. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) bertanggung jawab atas pemungutan, dengan pemotong pajak (seperti perusahaan) sebagai pihak yang bertindak sebagai agen pemerintah.