RESENSI DAN REVIEW BUKU by Agung Hidayat Mazkuri
ASLAN kecil tumbuh dari keluarga Iran-Amerika yang religius. Sejak kecil sudah tertarik agama dan... more ASLAN kecil tumbuh dari keluarga Iran-Amerika yang religius. Sejak kecil sudah tertarik agama dan spiritualisme. Tentu saja, melihat latar belakang keluarganya, Aslan sudah akrab tentang ketuhanan di waktu kecil. Tuhan dalam tangkapan pikirannya sebagai sosok "ayah pelindung". Juga, sosok dengan atribut-atribut sempurna, representasi hasrat diri manusia akan kesempurnaan yang diingini dalam realitas dunianya. Idealisasi pikiran akan dunia kenyataan yang tak sempurna. Idealisasi pemuasan hasrat. Aslan dewasa merengkuh gelar Ph.D. dari Universitas Harvard, seorang master kajian teologi, dan merengkuh gelar doktor dalam sosialogi agama dari Universitas California.
Buku ini berisi tentang pemikiran tokoh filsafat. Membaca buku filsafat laku hidup atau eksistens... more Buku ini berisi tentang pemikiran tokoh filsafat. Membaca buku filsafat laku hidup atau eksistensialisme adalah mengenal pergulatan si tokoh, pikiran, dan perasaan dengan dunianya.
Dalam buku ini ada beberapa tema didedah penulis: Kierkegaard dan perjalanan kehidupannya, corak filsafat Hegel dan penyanggahan Kierkegaard, kebenaran akan hakikat atau esensi atau makna sebagai subjektitivas, otentisitas diri, dan relasi terhadap yang transenden. Pada akhirnya adalah menjadi pribadi otentik. Topik-topik yang sekiranya mencirikan corak eksistensialisme Kierkegaard.
Sejarah adalah manusia dengan segala dinamikanya. Ketika masyarakat Arab di Surabaya rentang 1900... more Sejarah adalah manusia dengan segala dinamikanya. Ketika masyarakat Arab di Surabaya rentang 1900-1942, yang menjadi objek dalam penelitian buku ini, dihadapkan pada perubahan sosiokultur dan ekonomi Surabaya di era Hindia Belanda, merekapun, mau tidak mau, harus berubah. Sebagai komunitas yang datang dan mendiami Surabaya.
Buku ini, yang diangkat dan disunting dari naskah disertasi, memberi kita informasi bagaimana masyarakat non-pribumi, Arab, datang ke Indonesia dan khususnya Surabaya. Buku juga memberi gambaran bahwa dinamika orang pendatang Arab yang kebanyakannya dari daerah Yaman, di Surabaya menyangkut konflik internalnya karena keniscayaan untuk beradaptasi dengan sosiokultur dan sosiopolitik mau tidak mau ubtuk membaur dan tidak eksklusif, relasi ekonominya dengan khususnya pribumi, dan puncaknya kesadaran akan kebangsaannya, nasionalisme Indonesia.

Jurisprudence ontologically is a knowledges whose the object is a norms, a set of values that cov... more Jurisprudence ontologically is a knowledges whose the object is a norms, a set of values that covered our life at public sphere. Its, however, invisible but probably perceived. It's the teneth of the book as being reviewed onto viewing to the essence of law. The development of law recently places the legal norms by promulgating, expressed to a scratch symbols: written and formulated on paper. However, it's not a words on papers that is meant by a norms; the intrinsic one that we can grasp by reading it vice versa. In the academic field, some of us confused its paradigm and it research approach, and conversely adopted social science approach. It's biased. It's not to say that a social science method is wrong, rather it's wrong being adopted by jurist and legal scholars to solve legal issues. These are the message of the book. Although both of diciplines share the same object materia, called law, meanwhile object forma was distinguishes onto view and treat the former is. Regardless of the interesting stuff was oferred, the explanation leaves an open shore to put the critism. The book deserves to review because it is "one in a million" among a books sirculated in Indonesia that discussed on the same topics. It work papers purposely, firstly, to make esier to every single one who desire to read the book directly and, secondly, as a medium to convey a notes critically to the book as subjectively perspective.
Ada beberapa teori—atau tepatnya disebut hipotesis—yang menjelaskan tentang sebab musabab terjadi... more Ada beberapa teori—atau tepatnya disebut hipotesis—yang menjelaskan tentang sebab musabab terjadinya kemelaratan dan ketimpangan kemakmuran: teori geografi, teori kebudayaan, dan teori kebodohan. Buku yang diulas di sini menyuguhkan Teori Institusi. Terjadinya kemiskinan suatu bangsa disebabkan perbedaan terbentuknya institusi politik-ekonomi mereka, disebabkan satu dan lain faktor yang berbeda satu sama lain pada tempat yang berbeda. Penulis, dengan menyuguhkan fakta-fakta historis dari belahan dunia atau bangsa-bangsa, tujuannya mencoba membantah teori-teori yang telah disebutkan di awal tadi.
Some things up to us, some things are not up to us" -Epictetus.

Buku ini adalah sepaket dengan buku Dengarkanlah: Pandangan Hidup Timur, Zen, dan Jalan Pembebasa... more Buku ini adalah sepaket dengan buku Dengarkanlah: Pandangan Hidup Timur, Zen, dan Jalan Pembebasan yang diterbitkan oleh penerbit Karaniya. Ditulis oleh Reza A. A Wattimena, berangkat dari perjalanan hidup pribadinya. Buku secara umum dapat kita bagi menjadi 2 pembahasan. Pertama memuat, sebagaimana sudah disinggung dalam buku pertama 1 , tentang hakikat Zen. Lainnya, membahas tentang Zen bergerak dalam praktik meditasi, yaitu Zazen dan Koan. Dalam bagian pertama ini secara keseluruhan, penulis buku secara tak langsung hendak memberikan gambaran praktik Zen, entah itu yang ada di Tiongkok, Jepang, dan Korea, menyoroti pula bagaimana Zen bercampur tradisi, yang sejatinya tak ada kaitan dengan esensi Zen yang menjadikannya bias terhadap makna sejatinya. Dalam subbagian terpisah memaparkan pantulan Zen terhadap seni: melukis, menata taman, seni bela diri. Kedua atau setengah dari halaman buku yang akhir membahas topik-topik yang tak memiliki keterkaitan langsung satu sama lain, tetapi masih berkaitan dengan segala hal tentang Zen seperti asal munculnya takut dan waswas, seni bersabar, kejernihan dan belas kasih, kebahagiaan; lainnya membahas tentang takut, cemas. Tak lupa tentang kehidupan modern dan ilmu pengetahuan modern dan cara melampauinya.

Zen adalah ajaran dalam Buddhisme. Ada 2 hal yang melatarbelakangi lahirnya Zen: Taoisme dan Maha... more Zen adalah ajaran dalam Buddhisme. Ada 2 hal yang melatarbelakangi lahirnya Zen: Taoisme dan Mahayana. Zen adalah filsafat sekaligus "laku" hidup.
Dalam kaitan filsafat. Tujuan filsafat adalah kebijaksanaan dengan pelibatan akalbudi, Zen berciri itu. Zen menggunakan akalbudi sebagaimana filsafat konvensional lakukan. Lebih dari itu, Zen menggunakan akalbudi untuk melampauinya dan menuju pada kebijaksanaan diri. Akalbudi adalah alat, bukan tujuan. Zen tidak berhenti pada teori, yang lahir dari abstraksi dan konsepsi yang dilakukan oleh pikiran, yang disebut pengetahuan. Lebih dari itu, ia sekaligus menyentuh praksis, laku hidup. Di sini Zen merupa diri sebagai ageman, 'agama'. Agama dapat dipahami sebagai pegangan hidup di tengah Alam Semesta dan menjalaninya dengan Kesadaran seksama. Zen dalam artian ini, tidak sama dengan bahwasanya Yang Di Luar Diri sudah menyediakan pranata moral. Zen mengajak menyelami siapa diri ke dalam inti diri.
ISENG UTAK-ATIK BOSO LIYO DI WAKTU LUANG by Agung Hidayat Mazkuri
Sebagai agama, Zen Buddhisme mendekatkan kita pada realitas kebumian hidup itu. Sebagai filsafat,... more Sebagai agama, Zen Buddhisme mendekatkan kita pada realitas kebumian hidup itu. Sebagai filsafat, Zen Buddhisme telah purna mengembangkan pemikirannya dalam menangkap apa realitas sejati yang-ada-ini, selesai mengurai benang-benang lembut rumit filsafat terkait subjek berkesadaran pertanyakan—dan tentu saja, agar bagaimana, dengan kesadarannya, mampu dan tenang di tengah kehidupan. Zen Buddhisme memberikan "palung tanpa dasar" bagi siapa saja subjek berkedasaran menjalani kehidupan ini. Melenyapkan diri dan menyatu ke dalamnya. Dalam tulisan pendahuluan ini, kita dipampangkan sejarah pendek Buddhisme, evolusinya dari asalnya hingga ke Cina dan Jepang, hingga memberi gambaran perkembangan yang seperti apa terjadi ketika itu telah berkembang di Cina dan Jepang.
Zen menyangkut segala hal tentang pikiran, dan karena di dalam pikiran kita bisa dijumpai banyak ... more Zen menyangkut segala hal tentang pikiran, dan karena di dalam pikiran kita bisa dijumpai banyak hal. Namun begitu, pikiran bukanlah hal yang harus dibagi-bagi menjadi banyak fakultas. Zen tidak meninggalkan apapun. Zen tidak mengajarkan kepada kita tentang analisis intelektual, tidak pula mengajarkan doktrin-doktrin yang dijejalkan ke pikiran para pengikutnya untuk diikuti. Karenanya, Zen akan terdengar cukup membingungkan jika anda tetap memilih untuk memperbincangkannya. Zen adalah tidak mempelajari apa-apa. Zen adalah pikiran kita sehari-hari. Zen adalah terbebasnya pikiran dari beban yang tidak wajar.
alam sejarah Zen, Yeno (Huineng 1 , 638-713 M), yang secara tradisional dianggap sebagai Patriark... more alam sejarah Zen, Yeno (Huineng 1 , 638-713 M), yang secara tradisional dianggap sebagai Patriark Keenam sekte Zen di Cina, adalah figur paling berpengaruh. Sebenarnya ia merupakan pendiri Zen yang berbeda dari corak Buddhis lainnya yang ada di Cina. Standar yang ditetapkan sebagai ekspresi Zen adalah bait berikut: Bodhi (Kebijaksanaan Sejati) bukan pohon; Cermin cerah berkilauan di manapun: Sebab tidak ada apa-apa sedari semula, Ke mana debu itu terkumpul?

Zen beroposisi terhadap logika, baik secara formal atau informal. Bukan Zen bermaksud untuk terli... more Zen beroposisi terhadap logika, baik secara formal atau informal. Bukan Zen bermaksud untuk terlihat tidak logis, melainkan untuk mengajak orang-orang menyadari bahwa konsistensi logika itu bukan suatu yang bersifat final, dan bahwasanya ada suatu afirmasi transendental yang tidak dapat dijawab dengan cara berlogika secara konsisten. Alur berpikir intelektual “ya” dan “tidak” cukup akomodatif ketika menyangkut segala sesuatunya dipandang sebagai realitas dunia parsial. Begitu pertanyaan paling ultim mengenai hakikat kehidupan diajukan, logika intelektual gagal menjawab secara memuaskan. Karena jika kita mengatakan “ya”, kita telah membuat pernyataan dan penegasan, artinya kita membatasi diri kita sendiri. Jika kita mengatakan “tidak/bukan”, kita menyangkal, dan penyangkalan adalah mengecualikan. Menyangkal dan membatasi, bagaimanapun keduanya tidak ada bedanya, memadamkan sisi spiritual. Sebab, bukankah kehidupan spiritual itu dalam kebebasan sempurna dan menyatu sempurna dalam ketunggalan?

Sameer Akkach (diterjemahkan Agung Hidayat Mazkuri)
Dalam tradisi Islam, ada sejarah singkat terjadinya polarisasi pengertian tradisional ʿilm, 'peng... more Dalam tradisi Islam, ada sejarah singkat terjadinya polarisasi pengertian tradisional ʿilm, 'pengetahuan', bergeser menjadi ʿilm yang merujuk sains dan dīn, 'agama'. Munculnya konflik antara 'ilm dan dīn dapat ditelusuri kembali pada awal-awal dekade dalam abad ke-19; namun begitu, intensitas perdebatan terkait polarisasinya dimulai di kemudian waktu, di abad yang sama. Secara umum, lahirnya konflik dalam mengartikan 'ilm muncul setelah masuknya pengaruh ide-ide abad Pencerahan Eropa dan lahirnya karya "tesis konflik", JW Draper dan AD White, pada khususnya. Para akademisi Arab dan Ottoman menyambut gembira lahirnya karya Draper yang menyatakan bahwa Islam memelihara dan mengembangkan sains, berbeda dengan Kristen. Tesis Driper selalu dirujuk sebagai bukti keunggulan Islam atas Kristen, mereka mengacu tesis konflik itu sejauh untuk memperbandingkannya dengan Kristen dan menilai hal itu sebagai hasil dari praktik represif Gereja. Pada pertengahan abad ke-20, muncul adaptasi baru tesis konflik, dengan diketemukannya polarisasi sains secara tradisional menurut Islam dengan membedakannya ke dalam rasional (ʿaqlī) dan yang ditransmisikan (naqlī). Bab ini membahas terjadinya polarisasi ʿilm menjadi sains dan agama dalam dunia Islam yang terjadi pada abad ke-19, dengan maksud untuk menunjukkan, pertama, memang ada pergeseran pemaknaan dalam sumber-sumber klasik Islam, yaitu sebelum abad ke-19 yang mengklasifikasikan sains menjadi (i) yang berdasar akal dan (ii) yang ditransmisikan, dan, kedua, menelaahnya dalam cara yang berbeda, dengan mengambil titik anjak cara pandang Arab-Islam. Dapat dikatakan bahwa pertanyaan-pertanyaan yang diajukan terkait munculnya polarisasi dalam Islam, utamanya bukan behubungan dengan perkembangan kesejarahannya dan bukan dimaksudkan untuk menghilangkan panduan moral dari lembaga-lembaga "saintifik"-nya, melainkan disebabkan pendekatan Islam terhadap sains yang skizofrenik ketika dihadapkan pada modernitas dan pondasi humanistiknya.

Tayfun Kasapoglu (diterjemahkan oleh Agung Hidayat Mazkuri)
ABASTRAK: Masyarakat kontemporer cenderung memiliki lanskap keagamaan yang lebih heterogen, pemer... more ABASTRAK: Masyarakat kontemporer cenderung memiliki lanskap keagamaan yang lebih heterogen, pemerintah akan kesulitan mengakomodasi perbedaan agama ini, ada pelbagai pandangan keagamaan dan nonkeagamaan dalam ranah politik. Dengan menggunakan wawancara semi-terstruktur terhadap 12 ateis yang mengidentifikasi dirinya sendiri yang dari berbagai latar belakang di Turki, makalah ini mengeksplorasi sikap para ateis terhadap persimpangan agama dan politik di Turki kontemporer. Dalam tulisan ini, konsep hegemoni Antonio Gramsci digunakan untuk menganalisis posisi hegemonik Islam dalam ranah politik di dalam masyarakat Turki kontemporer. Ketimbang menggunakan dikotomi kelas dalam pendekatan Marxis yang secara rigid membagi masyarakat ke dalam yang berkuasa dan yang dikuasai, penulis akan mempergunakan pendekatan Bourdieu di mana masyarakat dianggap terdiri dari banyak "bidang/field", termasuk agama dan kelompok-kelompok yang berusaha untuk mendapatkan lebih banyak kekuatan dalam field ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ateis menganggap agama dan politik memiliki kaitan erat, karena politik dianggap sangat dipengaruhi oleh agama. Hubungan erat antara politik dan agama kemudian dapat diamati sebagai pengarahan pada peningkatan religiusitas dalam masyarakat, serta peningkatan tekanan pada ateis, baik yang dilakukan oleh negara atau masyarakat.
Sidney Jones (diterjemahkan oleh Agung Hidayat Mazkuri)
Melihat tragedi bom bunuh diri di Minggu Paskah di Sri Lanka, betapa beruntungnya Indonesia dalam... more Melihat tragedi bom bunuh diri di Minggu Paskah di Sri Lanka, betapa beruntungnya Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini yang hanya memiliki teroris level rendah dan kapabilitas kontraterorisme pihak kepolisian level tinggi. Indonesia juga beruntung memiliki tetangga relatif aman dan dinamika politik domestiknya stabil, perselisihan terkait pemilu juga relatif tidak berlarut-larut. Namun, dahsyatnya serangan bom di Sri Lanka yang masih menjadi pemberitaan hangat saat ini, tetaplah penting untuk terus waspada pada bagaimana cara kelompok pro-ISIS di Indonesia berkembang dan bagaimana kelompok teroris lokal, regional, dan internasional beragenda.

Nicky Jones (diterjemahkan oleh Agung Hidayat Mazkuri)
Salah satu contoh paling menarik dalam beberapa tahun terakhir ini adalah ketegangan antara nilai... more Salah satu contoh paling menarik dalam beberapa tahun terakhir ini adalah ketegangan antara nilai-nilai berbasis sekular dan keagamaan yang terjadi di Perancis yang sering disebut 'skandal jilbab'. Awal munculnya skandal sendiri bisa ditelusuri ke belakang di tahun 1989, yang kemudian diikuti beberapa kasus serupa selama dekade 1990-an. Skandal dimulai ketika sekolah umum di utara Perancis, mengeluarkan tiga siswi muslim karena menolak untuk menanggalkan jilbabnya yang mereka kenakan ketika mengikuti jam sekolah. Kasus pengusiran siswi ini diliput secara luas oleh media di Perancis maupun internasional dan kemudian juga diikuti kasus tindakan pengusiran beberapa siswi Muslim dari berbagai sekolah baik sekolah di kota kecil maupun di kota besar di seluruh Perancis, bersamaan juga dengan maraknya protes di kalangan masyarakat. Skandal sendiri dinilai sangat kontroversial karena beberapa alasan. Satu hal yang pasti, skandal seputar penutup kepala ini, item busana yang secara historis memiliki akar kuat—dan kadang-kadang berbenturan dengan politik— keagamaan, budaya dan adanya konotasi sosial.

Abad ke-21 merupakan saksi terjadinya perubahan demografis yang cukup menarik perhatian dalam kai... more Abad ke-21 merupakan saksi terjadinya perubahan demografis yang cukup menarik perhatian dalam kaitan struktur pemeluk agama di Meksiko dan Amerika Tengah. Secara bertahap, terjadi transformasi komposisi pemeluk agama di negara-negara tersebut, terjadi bersamaan dengan peningkatan elastisitas identitas keagamaan, yang telah menghadirkan dinamika budaya di mana identitas keagamaan menjadi lebih longgar dan setiap individu menemukan cara baru dalam mengekspresikan keyakinannya. Meningkatnya pemeluk Islam di wilayah tersebut merupakan penanda, dan sumbangan terhadap, sosial kemasyarakatan yang berubah. Catatan paling awal terkait kehadiran Muslim di Amerika Tengah diperkirakan berasal dari kedatangan orang suku Mandinka, atau Malinke, dari Afrika ke Panama pada 1552 (Westerlund dan Svanberg, 1999). Lima abad berikutnya membawa kita kepada situasi kontemporer di mana orang Amerika Latin ada yang memilih untuk mengadopsi Islam sebagai agamanya.
PERBURUHAN by Agung Hidayat Mazkuri

Verity Burgmann (diterjemahkan Agung Hidayat Mazkuri)
Dalam sejarah, angka ketimpangan kekayaan sekarang hampir melampaui angka tertingginya yang perna... more Dalam sejarah, angka ketimpangan kekayaan sekarang hampir melampaui angka tertingginya yang pernah terjadi di Eropa pada 1900–1910. Bilamana rate of return modal selalu melebihi growth rate seperti yang sudah dan sekarang sedang terjadi, “kapitalisme otomatis menghasilkan ketidaksetaraan dengan lalim dan melanggengkan ketidaksetaraan yang secara ekstrim merusak nilai-nilai meritokrasi yang menjadi dasar masyarakat demokratis”. Tidak ada proses alami dan tiba-tiba guna mencegah destabilisasi, ketimpangan kekuasaan melanggengkan yang terjadi, namun hal itu menegaskan pula bahwa demokrasi dapat merebut kontrolnya kembali dari kapitalisme dan memastikan bahwa kepentingan umum didahulukan ketimbang kepentingan pribadi.
Peluang seperti itu telah terbukti, menurut Piketty, karena adanya waktu jeda yang relatif egaliter rentang 1914–1970 yang dimanfaatkan untuk pengenaan pajak tinggi dan sangat progresif bagi pendapatan dan warisan, keuntungan dan kekayaan, dividen, dan suku bunga. Namun, sejak akhir 1970-an, iklim ideologis berubah arah di bawah pengaruh globalisasi dan meningkatnya persaingan antarnegara untuk mendapatkan modal. Hasilnya adalah kompetisi tanpa ujung untuk menyentuh sampai dasar yang mengarah pada pemotongan pajak dan pembebasan suku bunga, dividen, dan pendapatan dari sektor keuangan lainnya dari pengenaan pajak yang mana justru sumber pendapatan buruh menjadi subjek pajak. Ketimbang melindungi kepentingan umum, pemerintah justru mengizinkan “dinamika akumulasi kekayaan global dan distribusinya yang dicirikan oleh trajektori yang eksplosif yang tak terkendali yang mengorbit pada egaliter”. Penerapan pajak progresif “secara efektif menghambat dinamika semacam itu”.
Verity Burgmann (diterjemahkan Agung Hidayat Mazkuri)
Uploads
RESENSI DAN REVIEW BUKU by Agung Hidayat Mazkuri
Dalam buku ini ada beberapa tema didedah penulis: Kierkegaard dan perjalanan kehidupannya, corak filsafat Hegel dan penyanggahan Kierkegaard, kebenaran akan hakikat atau esensi atau makna sebagai subjektitivas, otentisitas diri, dan relasi terhadap yang transenden. Pada akhirnya adalah menjadi pribadi otentik. Topik-topik yang sekiranya mencirikan corak eksistensialisme Kierkegaard.
Buku ini, yang diangkat dan disunting dari naskah disertasi, memberi kita informasi bagaimana masyarakat non-pribumi, Arab, datang ke Indonesia dan khususnya Surabaya. Buku juga memberi gambaran bahwa dinamika orang pendatang Arab yang kebanyakannya dari daerah Yaman, di Surabaya menyangkut konflik internalnya karena keniscayaan untuk beradaptasi dengan sosiokultur dan sosiopolitik mau tidak mau ubtuk membaur dan tidak eksklusif, relasi ekonominya dengan khususnya pribumi, dan puncaknya kesadaran akan kebangsaannya, nasionalisme Indonesia.
Dalam kaitan filsafat. Tujuan filsafat adalah kebijaksanaan dengan pelibatan akalbudi, Zen berciri itu. Zen menggunakan akalbudi sebagaimana filsafat konvensional lakukan. Lebih dari itu, Zen menggunakan akalbudi untuk melampauinya dan menuju pada kebijaksanaan diri. Akalbudi adalah alat, bukan tujuan. Zen tidak berhenti pada teori, yang lahir dari abstraksi dan konsepsi yang dilakukan oleh pikiran, yang disebut pengetahuan. Lebih dari itu, ia sekaligus menyentuh praksis, laku hidup. Di sini Zen merupa diri sebagai ageman, 'agama'. Agama dapat dipahami sebagai pegangan hidup di tengah Alam Semesta dan menjalaninya dengan Kesadaran seksama. Zen dalam artian ini, tidak sama dengan bahwasanya Yang Di Luar Diri sudah menyediakan pranata moral. Zen mengajak menyelami siapa diri ke dalam inti diri.
ISENG UTAK-ATIK BOSO LIYO DI WAKTU LUANG by Agung Hidayat Mazkuri
PERBURUHAN by Agung Hidayat Mazkuri
Peluang seperti itu telah terbukti, menurut Piketty, karena adanya waktu jeda yang relatif egaliter rentang 1914–1970 yang dimanfaatkan untuk pengenaan pajak tinggi dan sangat progresif bagi pendapatan dan warisan, keuntungan dan kekayaan, dividen, dan suku bunga. Namun, sejak akhir 1970-an, iklim ideologis berubah arah di bawah pengaruh globalisasi dan meningkatnya persaingan antarnegara untuk mendapatkan modal. Hasilnya adalah kompetisi tanpa ujung untuk menyentuh sampai dasar yang mengarah pada pemotongan pajak dan pembebasan suku bunga, dividen, dan pendapatan dari sektor keuangan lainnya dari pengenaan pajak yang mana justru sumber pendapatan buruh menjadi subjek pajak. Ketimbang melindungi kepentingan umum, pemerintah justru mengizinkan “dinamika akumulasi kekayaan global dan distribusinya yang dicirikan oleh trajektori yang eksplosif yang tak terkendali yang mengorbit pada egaliter”. Penerapan pajak progresif “secara efektif menghambat dinamika semacam itu”.