Claim Missing Document
Check
Articles

Status Talak bagi Wanita Haidh (Analisis Pendapat Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah) Djawas, Mursyid; Muhammad Yahya, Muhammad Yahya
Samarah: Jurnal Hukum Keluarga dan Hukum Islam Vol 1, No 1 (2017): Samarah: Jurnal Hukum Keluarga dan Hukum Islam
Publisher : Islamic Family Law Department, Sharia and Law Faculty, Universitas Islam Negeri Ar-Raniry

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (413.455 KB) | DOI: 10.22373/sjhk.v1i1.1557

Abstract

Menurut Hukum Islam, talak sah apabila suami menceraikan istri pada saat istri dalam keadaan suci yang sebelumnya tidak digauli. Jika talak dijatuhkan saat istri dalam keadaan haid, menurut jumhur ulama, talak tetap sah. Namun menurut Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, talak ketika haid tidak jatuh karena tidak sesuai dengan tuntunan syari’at. Terkait permasalahan tersebut, penelitian ini akan mengkaji bagaimana pandangan Ibnu Qayyim al-Jauziyyah tentang talak yang dijatuhkan kepada istri yang sedang haid dan bagaimana dalil dan metode istinbaṭ hukum yang dipakai oleh Ibnu Qayyim al-Jauziyyah dalam menetapkan status hukum talak terhadap istri yang haid. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan (library research) dengan menggunakan metode deskriptif-analisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa menurut Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, suami yang menalak istri ketika haid tidak disyariatkan, suami dianggap telah berdosa serta talak yang dijatuhkan tidak sah. Dalil dan metode istinbat hukum yang dipakai Ibnu Qayyim al-Jauziyyah adalah merujuk pada ketentuan yang terdapat dalam al-Quran, hadiṡ dan qiyaṣ yang menunjukkan adanya larangan terhadap talak ketika haid, dan dipandang tidak sah dan tertolak karena bukan bagian dari tuntunan Rasulullah.
Implementasi Pengelolaan Zakat di Aceh Djawas, Mursyid
Mazahib VOLUME 15, ISSUE 1, JUNE 2016
Publisher : IAIN Samarinda

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (336.548 KB) | DOI: 10.21093/mj.v15i1.613

Abstract

This article discusses the local provision of Aceh; Qanun No. 7 of 2004 on Zakat Management. Qanun No. 7 of 2004 on Management of Zakat on the managing zakat is an effort to increase and optimize the potential of zakat in Indonesia, which is still far from the expected. Some of the issues discussed in this article are the provisions of Qanun on muzakki (person who obliged to pay zakat), mustahiq (those entitled to receive zakat ), Baitul Mal and Conditions ' uqubat (sanctions against deviations from the zakat). This article studied by using Islamic approach and normative juridical with  library research. The results show that the discussion in relation to mustahiq zakat, the Qanun has provided a guarantee for people who in Act No. 18 of 2001 established as one of income sources (local revenue). In the provisions of the charity 's Qanun, very clearly stipulated that zakah is only distributed to mustahiq accordance with Shari'ah. This shows that zakat cannot be used for purposes that are not included in one of the senif that has been clearly mentioned in the Qur'an. In relation to sanctions against irregularities of zakat, the existence of this Qanun can be considered as a complement to Law No. 38 of 1999 on Zakat which still has many shortcomings, especially the clauses providing for sanctions for irregularities to the management of zakat. In the Act, the sanctions more set on irregularities for zakat were Qanun zakat management is already include amyl and muzakki. The Qanun is also member of the delegation of authority for management immense charity by Baitul Mal. Keywords: Qanun Aceh, zakat management in Indonesia
IJTIHAD HAKIM DALAM PENYELESAIAN PERKARA HARTA BERSAMA DI MAHKAMAH SYAR’IYAH BANDA ACEH (Analisis dengan Pendekatan Ushul Fiqh) Mursyid, Mursyid
Ar Raniry : International Journal of Islamic Studies Vol 1, No 2 (2014): Ar-Raniry : International Journal of Islamic Studies
Publisher : UIN Ar-Raniry

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (551.258 KB) | DOI: 10.20859/jar.v1i2.21

Abstract

Ketentuan UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam tentang harta bersama mengatur bahwa sebelum warisan dibagi kepada ahli waris, maka harta bersama antara suami dan istri dibagi dengan cara 50% bagi suami dan 50% istri. Namun bagaimana dengan praktik pembagian harta bersama pada Mahkamah Syar’iyah Banda Aceh dalam penyelesaian perkara harta bersama di Mahkamah Syar’iyah Banda Aceh para apakah hakim hanya mendasarkan putusannya pada UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam saja ataukah juga mempertimbangkan hukum Islam yang hidup dalam masyarakat Aceh. Hal inilah yang menjadi fokus kajian dari penelitian ini dengan arah utama pembahasan diarahkan pada dua pertanyaan pokok, yaitu Perkara apa saja yang ditangani oleh Mahkamah Syar’iyah Banda Aceh dalam kaitannya dengan harta bersama? Dan Bagaimana ijtihad hakim dalam penyelesaian perkara harta bersama pada Mahkamah Syar’iyah Banda Aceh, apakah para hakim hanya mendasarkan putusannya pada UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam saja atau juga mempertimbangkan praktek pembagian harta bersama dalam masyarakat Aceh? Untuk membahas permasalahan tersebut, penulis menggunakan metode penelitian lapangan dan metode penelitian pustaka dengan pendekatan kualitatif. Untuk data lapangan, penulis lebih dominan menggunakan metode wawancara (indepth interview) dan studi dokumentasi. Hasil Pembahasan menunjukkan bahwa Perkara harta bersama yang masuk ke Mahkamah Syar’iyah Banda Aceh pada tahun 2010 terdapat 4 perkara harta bersama dari 550 perkara secara umum. Pada tahun 2011 terdapat 5 perkara harta bersama dari 815 perkara secara umum dan pada tahun 2012 terdapat 10 perkara harta bersama dari 433 perkara secara umum. Adapun Ijtihad Hakim dalam penyelesaian perkara harta bersama pada Mahkamah Syar’iyah Banda Aceh didasarkan pada pada pertimbangan ketentuan tentang harta bersama yang diatur dalam UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam. Selain dua ketentuan tersebut, Hakim pada Mahkamah Syar’iyah Banda Aceh juga mendasarkan putusannya dalam menyelesaikan perkara harta bersama pada beberapa pertimbangan hakim, yaitu; Al-Qur’ān dan Ḥadīth (Hukum syara’), pendapat fuqaha’, kondisi sosiologis masyarakat Aceh, kebutuhan istri, kebutuhan anak, pendidikan anak dan adanya kesepakatan bersama antara kedua pihak yang berperkara.Keywords: Ijtihad Hakim, harta Bersama dan Mahkamah Syar’iyah
The Government’s Role in Decreasing Divorce Rates in Indonesia: The Case of Aceh and South Sulawesi Mursyid Djawas; Ridhwan Ridhwan; Soraya Devy; Asmaul Husna
AHKAM : Jurnal Ilmu Syariah Vol 21, No 1 (2021)
Publisher : Universitas Islam Negeri Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15408/ajis.v21i1.20870

Abstract

This study discusses the increase in divorce rates in Indonesia, especially in Aceh and South Sulawesi. This study investigates factors affecting the increase of divorce rates and the role of the government in decreasing the divorce rates. This research is an empirical legal study that used structural functionalism theory and role theory. Data was collected through questionnaires, interviews, and document studies. This study concludes that the factors that influence the increase in divorce rates in Indonesia, especially in Aceh and South Sulawesi, are economy, education, the lack of religious understanding, social media, early marriage, and the lack of empathy on the rights and obligations of husband/wife. As a result, the high divorce rate in Indonesia negatively affects children, families and the nation. The government's efforts to address this reality are by holding out pre-marital courses, preaching marriage sermons to strengthen family and prevent a divorce, holding happy family contests, and designing a marriage guidance module for brides and grooms. These efforts, in the sociology of law context, are the government's function and role in anticipating the increasing divorce rates so the social system stability can be maintained. Abstrak:Penelitian ini membahas upaya pemerintah dalam menurunkan angka perceraian  di Indonesia khususnya di Aceh dan Sulawesi Selatan. Studi ini mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi tingginya perceraian dan dampak yang disebabkannya. Sumber data dalam penelitian hukum empiris  ini adalah kuisioner, wawancara, dan studi dokumen. Data-data  tersebut kemudian diolah menggunakan  teori  fungsionalisme struktural dan teori peran. Temuan dalam penelitian menjelaskan bahwa penyebab meningkatkan perceraian di Aceh dan Sulawesi Selatan adalah ekonomi, pendidikan, kurangnya pemahaman agama, media sosial, pernikahan dini, dan kurangnya empati terhadap kewajiban suami/istri.  Tingginya perceraian ini berdampak negatif kepada anak, keluarga, dan bangsa. Upaya pemerintah untuk mengatasi kenyataan ini adalah dengan mengadakan kursus pranikah, khotbah nikah untuk memperkuat keluarga dan mencegah perceraian, mengadakan kontes keluarga bahagia, dan merancang modul panduan pernikahan untuk calon pengantin. Upaya-upaya tersebut, dalam konteks sosiologi hukum, merupakan fungsi dan peran pemerintah dalam menjaga stabilitas sistem sosial.
Ijtihad Hakim dalam Penyelesaian Perkara Harta Bersama di Mahkamah Syar’iyah Banda Aceh Mursyid Mursyid
Ar-Raniry: International Journal of Islamic Studies Vol 1, No 2 (2014): Ar-Raniry: International Journal of Islamic Studies
Publisher : Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (551.258 KB) | DOI: 10.22373/jar.v1i2.7390

Abstract

Ketentuan UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam tentang harta bersama mengatur bahwa sebelum warisan dibagi kepada ahli waris, maka harta bersama antara suami dan istri dibagi dengan cara 50% bagi suami dan 50% istri. Namun bagaimana dengan praktik pembagian harta bersama pada Mahkamah Syar’iyah Banda Aceh dalam penyelesaian perkara harta bersama di Mahkamah Syar’iyah Banda Aceh para apakah hakim hanya mendasarkan putusannya pada UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam saja ataukah juga mempertimbangkan hukum Islam yang hidup dalam masyarakat Aceh. Hal inilah yang menjadi fokus kajian dari penelitian ini dengan arah utama pembahasan diarahkan pada dua pertanyaan pokok, yaitu Perkara apa saja yang ditangani oleh Mahkamah Syar’iyah Banda Aceh dalam kaitannya dengan harta bersama? Dan Bagaimana ijtihad hakim dalam penyelesaian perkara harta bersama pada Mahkamah Syar’iyah Banda Aceh, apakah para hakim hanya mendasarkan putusannya pada UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam saja atau juga mempertimbangkan praktek pembagian harta bersama dalam masyarakat Aceh? Untuk membahas permasalahan tersebut, penulis menggunakan metode penelitian lapangan dan metode penelitian pustaka dengan pendekatan kualitatif. Untuk data lapangan, penulis lebih dominan menggunakan metode wawancara (indepth interview) dan studi dokumentasi. Hasil Pembahasan menunjukkan bahwa Perkara harta bersama yang masuk ke Mahkamah Syar’iyah Banda Aceh pada tahun 2010 terdapat 4 perkara harta bersama dari 550 perkara secara umum. Pada tahun 2011 terdapat 5 perkara harta bersama dari 815 perkara secara umum dan pada tahun 2012 terdapat 10 perkara harta bersama dari 433 perkara secara umum. Adapun Ijtihad Hakim dalam penyelesaian perkara harta bersama pada Mahkamah Syar’iyah Banda Aceh didasarkan pada pada pertimbangan ketentuan tentang harta bersama yang diatur dalam UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam. Selain dua ketentuan tersebut, Hakim pada Mahkamah Syar’iyah Banda Aceh juga mendasarkan putusannya dalam menyelesaikan perkara harta bersama pada beberapa pertimbangan hakim, yaitu; Al-Qur’ān dan Ḥadīth (Hukum syara’), pendapat fuqaha’, kondisi sosiologis masyarakat Aceh, kebutuhan istri, kebutuhan anak, pendidikan anak dan adanya kesepakatan bersama antara kedua pihak yang berperkara.
Para Mujtahid Pada Era Sahabat dalam Kaitan Mazhab Shahabiy Mursyid
AL-MUTSLA Vol. 1 No. 1 (2019): Jurnal Al Mutsla Juni 2019
Publisher : STAIN MAJENE

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (707.152 KB) | DOI: 10.46870/jstain.v1i1.9

Abstract

Era sahābat memiliki peran yang signifikan dalam perkembangan fiqh karena pada era sahābat, hukum Islam mulai berinteraksi dengan peradaban Persia dan Romawi yang menimbulkan beberapa persoalan baru, terutama dalam persoalan mu'āmalah. Persoalan baru yang dihadapi ini belum pernah dihadapi oleh umat Islam sebelumnya, bahkan persoalan tersebut belum pernah muncul pada masa Rasulullah. Para Sahābat kemudian merumuskan dan mengejewantahkan bagaimana posisi Islam dalam berinteraksi dengan kedua peradaban tersebut. Pada konteks inilah penelitian ilmiah tentang sebaran sahābat dan implikasinya terhadap mazhab sahabiy menarik untuk dikaji dalam rangka melahirkan konsep fiqh yang relevan dengan kondisi masyarakat yang terus bergerak ke dalam satu fase baru sejarah, yaitu dunia modern. Secara sepesifik, penelitian ini berfokus pada kajian sebaran sahābat dengan menekankan pada siapa-siapa saja sahābat yang menjadi mujtahid pada periode sahabat dan di daerah mana mereka tersebar serta bagaimana pengaruh sebaran sahābat terhadap Mazhab sahābī.
DNA TEST AS AN EVIDENCE TO SUBSTITUTE FOUR WITNESSES: ANALYSIS OF ACEH QANUN NUMBER 6 OF 2014 CONCERNING JINAYAH LAW Era Fadli; Mursyid Djawas; Syarifah Rahmatillah
PETITA: JURNAL KAJIAN ILMU HUKUM DAN SYARIAH Vol 3 No 1 (2018)
Publisher : LKKI Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Ar-Raniry

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2348.878 KB) | DOI: 10.22373/petita.v3i1.28

Abstract

Ulema agrees on two pieces of adultery evidence, namely confession and four witnesses. Today, DNA test evidence is also considered to be accurate in determining someone committing adultery. Aceh Qanun Number 6 of the Year 2014 concerning Law of Jinayat (criminal law) has included DNA test as evidence to replace the four witnesses. This research was conducted using a literature study approach with the juridical-analysis method. The results confirmed that Acehnese People want clear and constitutional rules regarding law enforcement, following up the privileges granted by the central government in establishing sharia law. The DNA test results can be used as evidence to replace four witnesses. Based on sharia law, the adultery can be proved by two alternative pieces of evidence, iqrār (admission/confession) and shahadah (testimony of witnesses). However, DNA test is not mentioned clearly in the Qur’an, hadith or the opinions of scholars. In sharia law, a DNA test can be included as the type of supporting and additional evidence like pregnancy and childbirth beyond the minimum pregnancy limit. The supporting and additional evidence, such as the DNA result cannot replace the four witnesses. Abstrak: Terdapat dua alat bukti zina yang telah disepakati oleh ulama, yaitu pengakuan dan empat orang saksi. Dewasa ini, terdapat alat bukti lain yang dipandang akurat menetapkan seseorang berbuat zina, yaitu bukti test DNA. Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Hukum Jinayat telah memasukkan test DNA sebagai alat bukti pengganti empat orang saksi. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan studi pustaka dengan metode analisis-yuridis. Hasil penelitian ini menegaskan bahwa masyarakat Aceh menginginkan adanya aturan yang jelas dan konstitusional tentang penegakan hukum, sebagai tindak lanjut dari keistimewaan yang diberikan oleh pemerintah pusat dalam menegakkan syari’at Islam. Hasil test DNA tersebut bisa menjadi alat bukti untuk menggantikan empat orang saksi. Menurut Hukum Islam pembuktian zina dapat dilakukan dengan dua alat bukti yaitu iqrār dan syahadah. Kedua alat bukti ini bersifat alternatif. Sementara test DNA tidak disebutkan secara pasti dalam Alquran dan hadis serta pendapat ulama. Test DNA dalam hukum Islam bisa masuk dalam jenis alat bukti pendukung dan tambahan seperti halnya kehamilan dan kelahiran anak di luar batas minimal kehamilan. Alat bukti pendukung dan tambahan seperti hasil test DNA tidak bisa menggantikan empat orang saksi. Kata Kunci: Tes DNA, Alat Bukti Pengganti, Empat Orang Saksi, Qanun Jinayah
PERLINDUNGAN HAK-HAK PEREMPUAN MELALUI KEPEMILIKAN HARTA WARISAN MENURUT HUKUM ISLAM Khairuddin Hasballah; Tarmizi M. Jakfar; Mursyid Djawas
Kafa`ah: Journal of Gender Studies Vol 11, No 1 (2021)
Publisher : Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15548/jk.v11i1.420

Abstract

Islam teaches equality between men and women, without any differences, except in matters of nature alone. The presence of Islam brings goodness to women who were previously oppressed by the jahiliyah culture which did not recognize their position as perfect human beings like men. This research is important to do to answer the views that have been cornering Islam, that women are being looked down on and positioned as dishonorable, but it is the opposite. This research is normative-qualitative in nature by referring to the data of the arguments of the al-Qur`an and Hadith which are then analyzed from the perspective of Islamic law. This study concludes that Islam recognizes women as social creatures just like men, so they are allowed to carry out various social activities. Women are also obliged to perform worship and obedience to Allah as is required of men. Men and women have the same and equal position with Allah, although there are differences but not biologically, for example, women conceive, give birth, and breastfeeding. But both of them can work together to build a harmonious household. Islam gives women the right to own property from their business or from other results such as inheritance. Inheritance rights for women are half the rights of men. This does not mean that the position of women is half male from their human status, but because the problem of responsibility given to men is greater than that of women. Men are burdened with the responsibility of protecting and nurturing the family, including women, both as mothers, wives, and children. For justice, Islam gives more rights to men for this great responsibility, which is not given to women. So giving the inheritance to women is part of the protection of their rights.
Pandangan Kepala Kantor Urusan Agama Mengenai Konsep Dan Praktik Saksi Adil Di Kecamatan Tanjungbalai Selatan Dan Kecamatan Datuk Bandar Timur Mursyid Djawas; Muhammad Iqbal; Nazrina Julika Sari
El-Usrah: Jurnal Hukum Keluarga Vol 4, No 2 (2021): El-Usrah: Jurnal Hukum Keluarga
Publisher : Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/ujhk.v4i2.11293

Abstract

Saksi dalam pernikahan mesti memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: kedua saksi itu adalah beragama Islam, kedua saksi itu orang yang baligh, dan berakal, kedua saksi itu adalah laki-laki, kedua saksi itu bersifat adil dalam arti tidak pernah melakukan dosa besar dan tidak selalu melakukan dosa kecil serta tetap menjaga muruah dan kedua saksi dapat melihat dan mendengar, ingatannya baik dan bersih dari tuduhan. Saksi adil merupakan salah satu rukun nikah yang kehadirannya mutlak yang diterangkan dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 25, dimana harus diketahui oleh Kepala Kantor Urusan Agama dari segi tektual maupun kontektual. Sebab banyak masyarakat yang belum faham terhadap konsep saksi yang dianggap adil dalam pernikahan. Tujuan penelitian ini guna untuk mengetahui pendapat para Kepala Kantor Urusan Agama di Kecamatan Tanjungbalai Selatan dan Kecamatan Datuk Bandar Timur, penelitian ini menggunkan pendekatan kualitatif termasuk ke dalam penelitian empiris, sedangkan data yang dikumpulkan yaitu data primer dan data sekunder yang dilakukan dengan teknik wawancara, dokumentasi yang kemudian data tersebut diolah dan dianalisis. Adapun hasil penelitian yang didapatkan bahwa secara umum keseluruhan didapatkan dari pandangan Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan Tanjungbalai Selatan dan Kecamatan Datuk Bandar Timur mengenai saksi adil dalam akad nikah dalam prosesnya pihak Kantor Urusan Agama melibatkan beberapa pihak seperti keluarga, tokoh masyarakat, dengan berkomunikasi mengenai sikap seorang saksi. Selanjutnya pihak keluargalah yang berhak menentukan saksi yang adil, karena pihak keluarga yang mengetahui keadilan seorang saksi yang adil dengan berkomunikasi dengan tokoh agama dan masyarakat. 
Hukum Talak dalam Kondisi Mabuk Perspektif Ibn Rusyd Mursyid Djawas Djawas; Azka Amalia Jihad; Kemala Dewi
El-Usrah: Jurnal Hukum Keluarga Vol 4, No 1 (2021): EL-Usrah: Jurnal Hukum Keluarga
Publisher : Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/ujhk.v4i1.8567

Abstract

Para ulama masih berbeda pendapat terkait talak orang yang sedang mabuk. Ada ulama yang menyatakan talak orang yang sedang mabuk tidak jatuh. Namunn ada juga ulama yang berpandangan talak orang mabuk dibolehkan. Salah satu tokoh ulama yang pendapat dibolehkan yaitu Ibn Rusyd yang berpandangan bahwa talak orang mabuk dibolehkan, talaknya dipandang jatuh. Perbedaan pandangan tersebut yang kemudian menarik untuk dikaji perspektif Ibn Rusyd tentang hukum talak kondisi mabuk, dalil dan metode istinbāṭ hukum Ibn Rusyd dalam menetapkan hukum talak saat kondisi mabuk, serta relevansi pendapat Ibn Rusyd terkait hukum talak dalam keadaan mabuk dalam konteks kekinian. Pendekatan kualitatif digunakan dalam kajian untuk mendapatkan pandangan Ibn Rusyd terkait hal tersebut. Menurut Ibn Rusyd, talak dalam kondisi mabuk dibagi ke dalam dua kriteria. Pertama, talak dalam kondisi mabuk yang mabuknya tidak disengaja, maka talaknya tidak sah dan tidak jatuh. Kedua, talak dalam kondisi mabuk yang mabuknya disengaja, maka talak suami jatuh. Orang mabuk berbeda dengan orang gila. Orang mabuk merusak akal sehatnya dengan keinginannya sendiri, sedangkan orang gila tidaklah seperti itu, hal itulah yang menyebakan talak orang mabuk tetap jatuh, hal itu merupakan bentuk pemberatan baginya. Dalil yang digunakan Ibn Rusyd mengacu pada surat al-Baqarah ayat 229, riwayat Malik dari Sa’id bin Musayyab dan Sulaiman bin Yasar, serta atsar sahabat, yaitu Umar Bin Khatthab. Adapun metode istinbath hukum yang digunakan Ibn Rusyd ialah metode bayani dan ta’lili. Dalam konteks kekinian, talak kondisi mabuk mungkin sekali ada dan terjadi di tengah-tengah masyarakat. Hanya saja, talak suami dalam kondisi mabuk dan dilakukan di luar peradilan secara hukum tidak memiliki kekuatan hukum, kecuali suami mengajukan permohonan talak ke Mahkamah Syar’iyah atau Pengadilan Agama di tempat domisilinya. Untuk itu, pandangan Ibn Rusyd tentang jatuhnya talak dalam kondisi mabuk yang disengaja tidak relevan dengan konteks saat ini, sebab talak hanya diakui di depan pengadilan.
Co-Authors Abdul Samad, Sri Astuti Abidin Nurdin Agustin Hanapi Albashori, Muhammad Fatkhurohman Alda, Alda Alfridsyah Alfridsyah Alqarni, Wais Amri, Aulil Amrullah Bustamam Andi Sugirman Andi Sugirman, Andi Arifin, Sri Rinjani Asmaul Husna Asmaul Husna asni zubair Atika Nabila Azham Ilham, Muhammad Azka Amalia Jihad Azwar Azwar Bukhari Ali Bustanul Arifin, Nursyirwan Cut Putrau Ujong Darmawati Darna, Andi David Kusmawan Dedy Sumardi Dian Wulansari, Dian Era Fadli Fajrina, Riska Fathoni, Muhammad Isnaini Fauzan, Faisal Fawwaz Bin Adenan Gamal Achyar Hedhri Nadhiran Herlambang, Susatyo Herlanda, Ono Husnul, Muhammad Idham Idham Idham Idham Indriyani Indriyani Isdayanti, Isdayanti Ismi Nurwaqiah Ibnu Jusoh Yusoff, Amir Fazlim Kasyani, Kasyani Kemala Dewi Khairuddin Hasballah Kiramang, Khairuddin Maghfirah Maghfirah Misran Muhammad Abrar Azizi Muhammad Iqbal Muhammad Yahya, Muhammad Yahya Muntasir A Kadir Muqni Affan Abdullah Muslim Zainuddin Mutiara Fahmi Nahara Eriayanti Najib, Khoiri Nazrina Julika Sari Nida Hani Novrianti, Eka Nurherlina, Nurherlina Nurzakia, Nurzakia Rahmayani, Irma Razak, Askari Reza, Masri Ridhwan Ridhwan Ridhwan Ridhwan Rishad Ilmi, Muhammad Shabarullah, Shabarullah Silvi Leila Rahmi Silvia Mawarti Perdana Solin, Siti Dian Natasya Solly Aryza Soraya Devy Sri Astuti A. Samad Surhaini Surhaini, Surhaini Syarifah Rahmatillah Tafina, Afrilika Tarmizi M. Jakfar Umar Yakub, Baharuddin Usi Lanita Wafaa' Yusof Wardana Said Wazzan, Huda Wibowo L. S, Edi Wulan Dari, Dini Yudi Siyamto Yulia, Anita Yuliantoharinugroho, Yuliantoharinugroho Yumna, Cut Najwa Safa Yusdiana, Ratna Yusfriadi Abda Zahratul Idami Zahrul Mubarrak