7th Way of Being Religious
2020, Pusat Studi Agama dan Perdamaian
https://doi.org/10.13140/RG.2.2.34377.16483…
33 pages
1 file
Sign up for access to the world's latest research
Abstract
Diskusi mengenai ekspresi keagamaan di dunia digital. Diskusi diselenggarakan oleh Pusat Studi Agama dan Perdamaian, Universitas Kristen Immanuel, 7 Nopember 2020.
Related papers
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2012 NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN HARGA DIRI PADA MAHASISWA Telah disetujui Pada Tanggal ____________________ Dosen Pembimbing Utama (Drs. Sumedi P. Nugraha, Ph.D., Psikolog)
bahwa mereka, katakanlah, delapan puluh persen benar. Eighty percent correct. Telah membongkar "kebenaran" (atau kebetulan, betul=kebenaran?) penting tentang uang dan pasar karena model fundamental yang rasional, tingkah laku yang self-interest telah menyumbang delapan puluh persen sepanjang wkatu. Tapi ada "The Twenty Percent solution" yang tertinggal, yang tidak diberikan neoclassical economics. Padahal Adam Smith pasti mengerti betul kalau ekonomi terkait dengan kehidupan sosial, tidak dapat dipahami jika terpisah dari kebiasaan, moral, dan tingkah laku masyarkat. Lihat saja "The Theory of Moral Sentiments" yang ditulis Adam Smith.
God's will embodied in religious texts is actually a region of human interpretation. Interpretation of this region which throughout human history became seizure of various sects and schools of Islam that developed in Islam. No exception, an Islamic thinker, Khaleed Abou el Fadl. According to el Fadl, God himself wants to be man's search for the will of God as the highest form of truth. Furthermore, according to el Fadl, the ultimate truth is measured by the sincerity of someone in search of truth. Here, El Fadl used hermeneutics as a tool in the search for God's will.
Berbagai Pendekatan Didalam Mendalami Agama, 2018
Pendekatan adalah cara pandang atau paradigma yang terdapat dalam suatu bidang ilmu yang selanjutnya digunakan dalam memahami agama. Sedangkan metode dipahami lebih sempit dari pendekatan. Metode memiliki arti cara atau jalan yang dipilih dalam upaya memahami sesuatu. Dalam hal ini, memahami ajaran agama yang bersumber dari Alquran dan Hadits.
Langkah 5: Dari keefektifan menuju keagungan Tahun 2005, Stephen R. Covey menambah karakter ke delapan sebagai dimensi baru dalam mewujudkan pemahaman mengenai pribadi yang utuh. Karakter kedelapan memberi pola pikir dan perangkat keahlian untuk secara terus menerus menggali potensi yang ada di dalam diri manusia melalui semua peran dalam 4 Peran Kepemimpinan :
Tiga hal ini, budaya kerja, profesionalitas, dan investasi menjadi fokus manajemen untuk menjadikan PT KAI sebagai perusahaan pelayanan jasa yang berkualitas dan berorientasi pada kepuasan pengguna jasa kereta api," Jakarta (ANTARA News) -PT Kereta Api Indonesia menyatakan sedang gencar melakukan transformasi usaha dengan mengedepankan tiga unsur secara bersamaan, yaitu mengubah budaya kerja, meningkatkan profesionalitas, dan pegembangan investasi.
Jim-Zam, 2022
Modul Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Universitas Al Ghifari Bandung
Abstrak: Tulisan ini hendak mengurai definisi dan karakteristik mistisisme sebagai jalan menuju keintiman dan kebersatuan dengan Yang Ilahi. Sebagai jalan menuju yang ilahi, mistisisme didefinisikan sebagai proses yang tak bisa dinalar (irrational) dan tak terjelaskan dalam narasi deskriptif. Karena itulah, pengetahuan mistisisme juga lebih bersifat intuitif, bukan diskursif. Sebab berbeda dengan pengetahuan diskursif yang didapat melalui proses penalaran ilmiah, pengetahuan mistisisme merupakan pengetahuan yang didapat melalui laku spiritual sehingga karenanya ia bersifat personal dan partikular. Selain itu, sebagai jalan menuju keintiman dengan yang ilahi, artikel ini memotret bagaimana refleksi mistisisme berlangsung dalam tiga agama semitik, Yahudi, Kristen, dan Islam. Pendahuluan Agama hadir dalam sejarah manusia tak hanya dalam seperangkat doktrin teologis tentang tuhan dan ciptaan-Nya. Alih-alih demikian, agama juga hadir tak hanya dalam seperangkat peraturan hukum (syari'at) ketat yang mengatur kerumitan hidup individu dan kolektif umat manusia, baik sesama manusia sendiri maupun dengan bagian lain dari semesta ini. Lebih dari itu, agama hadir sebagai medium yang mewadahi dialog sekaligus keintiman relasi antara kholiq dan makhluq. Medium inilah yang disebut, dalam studi agama-agama, sebagai dimensi mistik dalam agama. Sebagai salah satu dimensi, mistisisme menjadi bagian penting dalam agama seperti halnya dimensi-dimensi lain seperti dimensi ritual, dimensi intelektual, dan dimensi doktrinal. Namun berbeda dengan berbagai dimensi lain, mistisisme merupakan dimensi yang cukup unik. Ia merepresentasikan dunia yang tak bisa dinalar rasio dalam prinsip-prinsip ilmiah. Berbeda dengan aspek-aspek lain yang membutuhkan nalar, aspek ini hanya bisa diterima melalui iman dan ditempuh dalam laku spiritual yang ketat. Dalam tulisan sederhana ini, penulis ingin mengurai dimensi mistikal, baik dari sudut pengertian maupun hakikatnya. Selanjutnya, penulis akan melihat realitas tersebut dalam sisi spiritualitas tiga agama besar, yakni Yahudi, Kristen, dan Islam.
Tulisan ini membahas tentang pribadi di arena publik, yang memiliki kematangan spiritual, realisasi perkembangan spiritual pribadinya, hal-hal yang mempengaruhi kematangan spiritualnya, tempat kematangan spiritual dalam konteks keluarga, dalam komunitas kecil dan besar. Masa dewasa merupakan masa dimana seseorang mulai menentukan segala sesuatu dalam hidupnya secara mandiri. Pada periode ini, ia mencoba memahami semua perubahan dengan penuh pertimbangan dan tanggung jawab, termasuk hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa. Keinginannya yang dalam untuk memberikan yang terbaik kepada Tuhan dan apa yang diinginkannya akan mempengaruhi standar moralnya. Orang dewasa tidak hanya tahu kekuatannya tetapi juga kelemahannya. Mereka bangga bukan karena kelebihan mereka. Mereka menyadari bahwa mereka juga memiliki banyak kelemahan. Orang dewasa tidak diliputi kekurangannya, tetapi mereka ingin terus membekali diri menjadi orang yang lebih baik, meski harus belajar dari orang lain yang lebih muda dari dirinya, dengan harapan bisa menjadi berkat bagi orang lain. Seiring bertambahnya usia, seseorang juga diharapkan semakin dewasa secara rohani, yang ditunjukkan dengan memiliki hikmat dan pengetahuan yang benar tentang Tuhan.

Loading Preview
Sorry, preview is currently unavailable. You can download the paper by clicking the button above.
References (3)
- vs. jahe?? hirarkis vs. rimpang? hirarkis vs. heterarkis? Generasi Z & Millenial muda n = 765
- Gen Z
- Epafras, Jemali, Kaunang & Setyono (2019) orang tua "agamis" vs. Gen Z