Papers by Muhammad Arifil A'la

Muhammad Arifil A'la, 2025
Makalah ini membahas secara komprehensif pemikiran filsafat Abu Bakar Muhammad bin Zakaria al-Raz... more Makalah ini membahas secara komprehensif pemikiran filsafat Abu Bakar Muhammad bin Zakaria al-Razi (864–925 M), seorang ilmuwan Muslim besar yang dikenal sebagai dokter, filsuf, dan kimiawan. Al-Razi menempati posisi penting dalam sejarah filsafat Islam karena pendekatannya yang rasional, empiris, dan humanistik. Ia memperkenalkan doktrin “lima kekal” (al-khamsah al-qudama): Tuhan, jiwa universal, materi pertama, ruang absolut, dan waktu absolut, yang menggambarkan pandangan kosmologis dan metafisiknya. Dalam pandangan al-Razi, akal merupakan anugerah tertinggi yang diberikan Allah kepada manusia sebagai sarana untuk mengenal kebenaran. Ia juga menolak taklid dan menekankan kebebasan berpikir sebagai landasan filsafat sejati. Kendati dituduh meremehkan wahyu dan kenabian, karya-karyanya seperti al-Thibb al-Ruhani menunjukkan pandangan yang menghormati agama dan etika spiritual. Makalah ini menyimpulkan bahwa pemikiran al-Razi memberikan kontribusi besar bagi perkembangan filsafat Islam dan ilmu pengetahuan rasional dalam peradaban Islam klasik.
Kata Kunci: Al-Razi, filsafat Islam, rasionalisme, lima kekal, akal dan wahyu, jiwa universal, kosmologi Islam, empirisme, teologi rasional, filsafat ketuhanan, sejarah filsafat Islam, pemikiran ilmuwan Muslim, alkimia Islam, logika dan metafisika, hubungan ilmu dan agama.
Muhammad Arifil A'la, 2025
Biografi dan latar belakang Al-farabi
Nama aslinya adalah Abu Nasr Muhammad bin Muhammad bin Ta... more Biografi dan latar belakang Al-farabi
Nama aslinya adalah Abu Nasr Muhammad bin Muhammad bin Tarkhan bin Auzalagh al-Farabi, lahiri di Fairab, Khurasan, atau Farab, Transoxania (kini masuk wilayah Uzbekistan Timur, Tajikistan Barat, Kazakhstan Selatan, Turkmenistan, dan Kyrgyzstan Selatan) pada tahun 870 M, dan wafat di Damaskus antara 14 Desember 950 atau 12 Januari 951. Tempat kelahirannya bisa saja di salah satu dari sekian banyak tempat di Asia Tengah-kala itu dikenal dengan nama Khurasan. Al-Farabi adalah salah satu tokoh dan filsuf terkemuka dalam sejarah pemikiran Islam yang meninggalkan jejak besar dalam dunia filsafat dan ilmu pengetahuan. Ia dikenal juga dengan julukan "Guru kedua" setelah Aristoteles, yang menunjukkan kedudukannya sebagai figur sentral dalam pengembangan filosofi di peradaban Islam klasik.

Muhammad Arifil A'la, 2025
Makalah ini membahas surat-surat Nabi Muhammad SAW kepada para penguasa dunia pada masa awal Isla... more Makalah ini membahas surat-surat Nabi Muhammad SAW kepada para penguasa dunia pada masa awal Islam, termasuk Kaisar Najasyi di Habsyi, Kaisar Heraclius di Romawi, Kisra Persia, Al-Muqauqis di Mesir, dan Harits al-Ghassani di Syam, serta beberapa pemimpin lain seperti Mundzir bin Sawa dan penguasa Oman. Surat-surat tersebut menjadi instrumen dakwah internasional yang mencerminkan visi universal Islam sebagai rahmatan lil-‘ālamīn. Penelitian ini menyoroti isi, konteks sejarah, serta respon yang beragam dari para penguasa, mulai dari penerimaan simpatik hingga penolakan keras. Hasil kajian menunjukkan bahwa diplomasi Nabi Muhammad ﷺ melalui media surat bukan hanya upaya dakwah, melainkan juga strategi politik dan peradaban yang membuka jalan bagi ekspansi Islam ke luar Jazirah Arab.
Kata Kunci : Surat-surat Nabi , Dakwah Islam , Diplomasi Nabi , Rasulullah SAW , Najasyi , Heraclius , Kisra Persia , Al-Muqauqis , Harits al-Ghassani , Mundzir bin Sawa , Jaifar bin Julandi , Dakwah Global , Sejarah Islam , Hubungan Islam dan Kristen , Hubungan Islam dan Persia , Perjanjian Hudaibiyah , Strategi Dakwah , Diplomasi Islam , Ekspansi Islam , Sejarah Dakwah Nabi.

Muhammad Arifil A'la, 2025
Makalah ini membahas perkembangan awal penafsiran, terjemahan, dan penjelasan Al-Qur’an pada masa... more Makalah ini membahas perkembangan awal penafsiran, terjemahan, dan penjelasan Al-Qur’an pada masa Nabi Muhammad SAW. Kajian dimulai dari konsep dasar tafsir, ta’wil, tarjamah, dan syarah menurut ulama klasik, dilanjutkan dengan analisis praktik penafsiran Nabi melalui hadis, perbuatan, serta bimbingan langsung terhadap sahabat. Penelitian juga menyoroti surat-surat Nabi kepada para penguasa dunia sebagai bentuk penyampaian risalah Al-Qur’an. Hasil pembahasan menunjukkan bahwa penafsiran Al-Qur’an pada masa Nabi bersifat otoritatif karena dibimbing langsung oleh wahyu, namun masih menyisakan ruang ijtihad bagi generasi berikutnya. Kajian ini penting untuk memahami dasar-dasar metodologi tafsir dan perkembangan awal ilmu Al-Qur’an dalam sejarah Islam.
Kata Kunci : Tafsir Al-Qur’an , Ta’wil , Tarjamah , Syarah , Penafsiran pada masa Nabi , Surat-surat Rasulullah , Ulumul Qur’an , Sejarah Tafsir , Metodologi Tafsir , Hadis dan Tafsir , Ijtihad Sahabat , Tafsir bil-Ma’tsur , Tafsir bil-Ra’yi , Wahyu dan Tafsir , Islam Klasik , Perkembangan Ulumul Qur’an , Exegesis , Qur’anic Studies , Translation of the Qur’an , Prophetic Letters , Sejarah Islam Awal.

Muhammad Arifil A'la, 2025
Makalah ini membahas ayat-ayat al-Qur’an yang berhubungan dengan ilāhiyyāt dan ketauhidan, sebaga... more Makalah ini membahas ayat-ayat al-Qur’an yang berhubungan dengan ilāhiyyāt dan ketauhidan, sebagai inti dari akidah Islam. Tauhid merupakan fondasi keimanan yang menentukan diterimanya amal ibadah seorang Muslim. Kajian ini meneliti sejumlah ayat penting, seperti :
Tafsir QS. Al-Baqarah Ayat 163,
Tafsir QS. Al-Baqarah Ayat 255, (Ayat Kursi)
Tafsir QS. Al-Qashash Ayat 88
Tafsir QS. Al-Anbiya Ayat 25
Tafsir QS. At-Taubah Ayat 129
Tafsir QS. Al-Ikhlas Ayat 1–4.
Setiap ayat dianalisis melalui pendekatan tafsir mu‘tabar dengan memperhatikan asbāb al-nuzūl, munāsabah, mufradat, dan pelajaran yang terkandung di dalamnya. Hasil pembahasan menunjukkan bahwa semua ayat tersebut menegaskan keesaan Allah, menolak segala bentuk syirik, dan menampilkan sifat-sifat kesempurnaan-Nya. Seluruh nabi dan rasul diutus untuk membawa risalah tauhid sebagai landasan akidah dan pembentuk akhlak mulia. Dengan demikian, pemahaman yang benar tentang tauhid menjadi pondasi utama bagi keimanan, ketakwaan, serta pembentukan karakter Islami dalam menghadapi tantangan kehidupan.
Kata Kunci : Tauhid; Ilāhiyyāt; Akidah Islam; Tafsir Ayat Tauhid; Asmā’ wa Ṣifāt; Ayat Kursi; Surat al-Ikhlāṣ; Anti-Syirik; Ulūm al-Qur’an; Tafsir Klasik; Tafsir Kontemporer; Asbāb al-Nuzūl; Munāsabah Ayat; Teologi Islam; Ketuhanan dalam al-Qur’an.

Muhammad Arifil, 2025
Makalah ini membahas peran dan kedudukan aqwal salaf (perkataan generasi sahabat, tabi‘in, dan ta... more Makalah ini membahas peran dan kedudukan aqwal salaf (perkataan generasi sahabat, tabi‘in, dan tabi‘ al-tabi‘in) dalam tafsir al-Qur’an. Aqwal salaf merupakan salah satu sumber penting dalam khazanah tafsir bi al-ma’thūr, yang menjadi rujukan awal dalam memahami makna ayat-ayat al-Qur’an sesuai dengan konteks turunnya. Kajian ini menyoroti definisi aqwal salaf, dasar otoritasnya dalam tradisi tafsir, metode ulama dalam menilai dan men-taujih perbedaan pendapat, serta relevansinya dalam kajian tafsir kontemporer. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aqwal salaf tidak hanya memperkaya khazanah penafsiran, tetapi juga memberikan legitimasi epistemologis terhadap tafsir yang bersumber dari riwayat, sekaligus menjadi jembatan antara teks al-Qur’an dan pemahaman generasi awal Islam.
Muslim, secara keseluruhan, menghormati perbedaan pendapat. Muslim akan terpisahkan menjadi tujuh puluh tiga golongan. Muslim diklasifikasikan ke dalam tujuh puluh tiga kategori, sesuai hadits Nabi Muhammad SAW. Yang di riwayatkan oleh Abu Hurairah RA.
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اِفْتَرَقَ الْيَهُوْدُ عَلَى إِحْدَى أَوْ ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً، وَتَفَرَّقَتِ النَّصَارَى عَلَى إِحْدَى أَوْ ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً وَتَفْتَرِقُ أُمَّتِيْ عَلَى ثَلاَثٍ وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, ‘Kaum Yahudi telah terpecah menjadi tujuh puluh satu (71) golongan atau tujuh puluh dua (72) golongan, dan kaum Nasrani telah terpecah menjadi tujuh puluh satu (71) atau tujuh puluh dua (72) golongan, dan ummatku akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga (73) golongan.”
Tampaknya ada kelompok dalam khazanah Islam yang sangat dijunjung tinggi oleh umat Islam. Salaf adalah nama untuk kelompok ini (Rahman, 2021). Setiap diskusi tentang bagaimana memahami Islam sering kembali, dan dicari referensi yang mengarah ke kelompok itu. Oleh karena itu, tidak jarang kelompok-kelompok baru dalam Islam mengklaim dirinya sebagai kelompok ulama salaf yang tepat, dan dari sana salah satunya muncul sebagai firqah-firqah dalam Islam. Dalam Islam, munculnya firqah-firqah yang salah satunya terkait langsung dengan pemahaman ayat-ayat mutasyabihat. Ayat-ayat yang berhubungan dengan sifat-sifat Allah disebut dengan ayat-ayat mutasyabihat. Secara umum, setidaknya ada tiga kelompok yang berbeda dengan perspektif yang cukup bervariasi. Ada dua kelompok: ekstrim kanan dan ekstrim kiri dan Musyabbihah, dan satu kelompok moderat di tengah-tengah keduanya ialah Ahlussunnah Wal Jama’ah.
Dari sudut historis, gerakan salafisme ini melalui dua fase, di antaranya adalah: Fase Pertama yaitu fase periode Imam Ahmad bin Hanbal dan Ibn Taimiyyah. Namun, banyak ulama yang memberi catatan penting terkait penisbatan kelompok salafi kepada imam besar itu. Fase kedua yaitu periode setelah kedua imam besar tersebut, yaitu ketika muncul sebuah sekte yang bernama Wahabiyyah yang diprakarsai oleh Muhammad ibn Abdul Wahab (1703-1791 M/ 1115-1206 H) (Jawas, 2018).
Dalam artikel ini penulis akan membahas mengenai apa yang dimaksud dengan aqwal al-salaf, bagaimana penafsirannya dalam memahami ayat, dan siapa saja yang termasuk tokoh ulama salaf. Perbedaan mendasar antara ulama Salaf dan Khalaf adalah dalam hal manhaj, yang dimana Salaf lebih mengutamakan Naql daripada Aql, sedangkan Khalaf lebih mengutamakan Aql daripada Naql. Salaf lebih menyukai pendekatan tekstual, sedangkan Khalaf lebih menyukai pendekatan kontekstual (Fahamsyah, 2021).
Kata Kunci : Aqwal Salaf; Tafsir bi al-Ma’thūr; Ulumul Qur’an; Tafsir Klasik; Sahabat; Tabi‘in; Tabi‘ al-Tabi‘in; Taujīh al-Aqwāl; Otoritas Penafsiran; Sejarah Tafsir; Epistemologi Tafsir; Metodologi Tafsir; Perbedaan Qawl.

محمد عارف الأعلى, 2025
Makalah Ini Membahas Mengenai Filsafat Al-Farabi
Sosok Al-Farabi memegang posisi yang sangat... more Makalah Ini Membahas Mengenai Filsafat Al-Farabi
Sosok Al-Farabi memegang posisi yang sangat strategis dalam sejarah pemikiran filsafat Islam. Dikenal dengan julukan “guru kedua” setelah Aristoteles, ia berhasil meramu pemikiran klasik Yunani ke dalam kerangka ajaran Islam yang khas. Karya-karyanya, terutama konsep mengenai pencapaian kebahagiaan serta peran ilmu pengetahuan, memberikan fondasi penting baik dalam ranah filsafat teoretis maupun aplikatif.
Meskipun konteks zamannya berbeda jauh dengan era modern ini, gagasan-gagasan Al-Farabi justru masih memancarkan relevansi yang
kuat, sehingga menjadi sumber inspirasi sekaligus bahan kajian yang patut terus dihidupkan. Oleh karena itu, kajian mendalam seputar perjalanan hidup, pemikiran utama, serta dampak dan manfaat pemikiran tersebut bagi perkembangan intelektual masa kini sangatlah penting untuk
dilaksanakan.
Kata Kunci : Al-Farabi; Filsafat Islam; Guru Kedua; Logika; Metafisika; Epistemologi; Etika; Moralitas; Filsafat Politik; Teori Emanasi; Filsafat Kenabian; Neo-Platonisme; Aristoteles; Plato; Kebahagiaan (Tahṣīl al-Saʿādah); Agama dan Filsafat; Sejarah Intelektual Islam; Tradisi Pemikiran Klasik.
Makalah ini membahas sosok Al-Farabi (872–950 M), seorang filsuf Muslim besar yang dikenal sebagai al-Muʿallim al-Thānī (Guru Kedua) setelah Aristoteles. Kajian menyoroti biografi, latar belakang pendidikan, serta pemikiran utamanya dalam bidang logika, metafisika, etika, filsafat politik, hingga teori emanasi dan kenabian. Al-Farabi menempatkan akal sebagai sarana fundamental untuk mencapai kebahagiaan sejati (tahṣīl al-saʿādah) dan menekankan keterpaduan antara filsafat dan agama. Ia juga mengembangkan gagasan tentang negara utama yang dipimpin oleh pemimpin bijak berilmu. Pemikirannya menunjukkan sintesis antara filsafat Yunani klasik dengan nilai-nilai Islam, yang melahirkan landasan penting bagi perkembangan filsafat Islam dan pengaruhnya terhadap pemikiran Barat. Relevansi pemikiran Al-Farabi masih nyata hingga kini, terutama dalam upaya membangun pola pikir kritis, rasional, dan etis di tengah tantangan modern.

Muhammad Arifil A'la, 2025
Makalah ini mengkaji ajakan untuk beriman kepada Allah SWT dalam rangkaian ayat pilihan dari Al-Q... more Makalah ini mengkaji ajakan untuk beriman kepada Allah SWT dalam rangkaian ayat pilihan dari Al-Qur’an dengan pendekatan tafsir tematik.
Ayat-ayat yang dianalisis adalah :
Tafsir Al-Qur'an Surah Al-Baqarah Ayat 177
Tafsir Al-Qur'an Surah Al-Baqarah Ayat 186
Tafsir Al-Qur'an Surah Al-Baqarah Ayat 256
Tafsir Al-Qur'an Surah Al-Baqarah Ayat 285
Tafsir Al-Qur'an Surah Ali ʻImran Ayat 84
Tafsir Al-Qur'an Surah Ali ʻImran Ayat 110
Tafsir Al-Qur'an Surah Ali ʻImran Ayat 179
Tafsir Al-Qur'an Surah An-Nisa Ayat 136
Tafsir Al-Qur'an Surah An-Nisa Ayat 162
Pembahasan meliputi penjelasan lafaz (al-mufradāt), asbabun nuzul, munasabah (kaitan ayat-ayat), serta penafsiran dari kitab-kitab tafsir muʿtabarah. Temuan menunjukkan bahwa ajakan beriman dalam ayat-ayat tersebut menuntut pengakuan hati, penguatan akidah (iman komprehensif), dan manifestasi dalam amal saleh—serta menegaskan prinsip kebebasan beriman, pentingnya konsistensi iman kepada semua rasul dan kitab, dan hubungan iman dengan takwa dan tanggung jawab sosial. Makalah ini diharapkan memperkaya pemahaman tematik tentang pokok-pokok keimanan dalam Al-Qur’an.
Kata Kunci : Iman; Tafsir Tematik; Al-Baqarah 177,186,256,285; Ali ʻImrān 84,110,179; An-Nisāʼ 136,162; Aqidah , al-Qur’an, Tafsir Tematik, Ketakwaan, Aqidah Islam
Tafsir ayat ayat tentang ajakan beriman kepada Allah, Tafsir Al Baqarah 177, 186 256 285, Ali Imran 84 ,110, 179 ,An-Nisa 136 , 162 ,

Muhammad Arifil A'la, 2025
Ppt ini mengkaji pemikiran Al-Kindi sebagai filsuf pertama dalam tradisi Islam yang berusaha meny... more Ppt ini mengkaji pemikiran Al-Kindi sebagai filsuf pertama dalam tradisi Islam yang berusaha menyelaraskan filsafat dan agama. Al-Kindi menegaskan bahwa Tuhan adalah al-Wujūd al-Ḥaqq (wujud yang benar dan kekal), satu-satunya pencipta alam semesta melalui konsep creatio ex nihilo. Argumennya tentang keberadaan Tuhan dibangun atas dasar hukum sebab-akibat, keterbatasan alam, analogi makro dan mikrokosmos, serta dalil teleologis (dalīl al-‘ināyah). Selain itu, makalah ini membahas kosmologi Al-Kindi yang menolak pandangan Yunani tentang keqadiman alam, serta pemikirannya tentang jiwa, akal, dan teori pengetahuan. Menurutnya, jiwa bersifat ilahiah dan kekal, sedangkan akal berperan dalam mengaktualkan potensi pengetahuan manusia. Kajian ini menyimpulkan bahwa Al-Kindi meletakkan dasar bagi filsafat Islam dengan menempatkan agama sebagai ilmu ilahiah yang selaras dengan filsafat, serta menjadikan filsafat sebagai sarana memperkuat keimanan.
Kata Kunci: Al-Kindi, Filsafat Islam, Teologi, Kosmologi, Jiwa dan Akal , Filsafat Al Kindi Mengenai Ketuhanan , PPT Filsafat Al Kindi , Al-Kindi, Islamic Philosophy, Theology, Cosmology, Soul and Intellect ,

Muhammad Arifil A'la, 2025
Makalah ini mengkaji pemikiran Al-Kindi sebagai filsuf pertama dalam tradisi Islam yang berusaha ... more Makalah ini mengkaji pemikiran Al-Kindi sebagai filsuf pertama dalam tradisi Islam yang berusaha menyelaraskan filsafat dan agama. Al-Kindi menegaskan bahwa Tuhan adalah al-Wujūd al-Ḥaqq (wujud yang benar dan kekal), satu-satunya pencipta alam semesta melalui konsep creatio ex nihilo. Argumennya tentang keberadaan Tuhan dibangun atas dasar hukum sebab-akibat, keterbatasan alam, analogi makro dan mikrokosmos, serta dalil teleologis (dalīl al-‘ināyah). Selain itu, makalah ini membahas kosmologi Al-Kindi yang menolak pandangan Yunani tentang keqadiman alam, serta pemikirannya tentang jiwa, akal, dan teori pengetahuan. Menurutnya, jiwa bersifat ilahiah dan kekal, sedangkan akal berperan dalam mengaktualkan potensi pengetahuan manusia. Kajian ini menyimpulkan bahwa Al-Kindi meletakkan dasar bagi filsafat Islam dengan menempatkan agama sebagai ilmu ilahiah yang selaras dengan filsafat, serta menjadikan filsafat sebagai sarana memperkuat keimanan.
Kata Kunci: Al-Kindi, Filsafat Islam, Teologi, Kosmologi, Jiwa dan Akal , Al-Kindi, Islamic Philosophy, Theology, Cosmology, Soul and Intellect
This paper examines the philosophical thought of Al-Kindi, recognized as the first philosopher in the Islamic tradition, who sought to harmonize philosophy and religion. Al-Kindi asserted that God is al-Wujūd al-Ḥaqq (the True and Eternal Being), the sole Creator of the universe through the doctrine of creatio ex nihilo. His arguments for God’s existence are grounded in the principle of causality, the finitude of the cosmos, the analogy between macrocosm and microcosm, and the teleological proof (dalīl al-‘ināyah). Furthermore, this paper explores Al-Kindi’s cosmology, which rejects the Greek notion of an eternal universe, along with his views on the soul, intellect, and epistemology. For Al-Kindi, the soul is divine and immortal, while the intellect plays a central role in actualizing human knowledge. The study concludes that Al-Kindi laid the foundations of Islamic philosophy by integrating religion as a divine science with philosophy, and by positioning philosophy as a means of strengthening faith.

Muhammad Arifil A'la, 2025
Makalah ini membahas asal-usul kepercayaan manusia terhadap wujud gaib dalam perspektif ilmu perb... more Makalah ini membahas asal-usul kepercayaan manusia terhadap wujud gaib dalam perspektif ilmu perbandingan agama. Kepercayaan kepada dunia gaib merupakan fenomena universal yang telah hadir sejak manusia awal, baik melalui kepercayaan pada roh nenek moyang, animisme, dinamisme, maupun konsep ketuhanan dalam agama-agama besar. Pembahasan dimulai dari pengertian wujud gaib, teori evolusi yang menekankan peran antropologi dalam menjelaskan kehadiran agama sejak prasejarah, hingga teori wahyu yang menegaskan agama berasal dari Tuhan melalui bimbingan kepada manusia pertama. Selain itu, makalah ini juga menyoroti hubungan antara wujud gaib dengan sistem kepercayaan serta variasinya di Indonesia, seperti pada tradisi Marapu di Sumba, Malohe Adu di Nias, dan kepercayaan leluhur di Toraja. Kajian ini menunjukkan bahwa keyakinan kepada yang gaib menjadi landasan fundamental dalam sistem keagamaan dan kebudayaan manusia di berbagai belahan dunia.
Kata Kunci: Wujud Gaib, Ilmu Perbandingan Agama, Animisme, Monoteisme, Kepercayaan Tradisional , Unseen World, Comparative Religion, Animism, Monotheism, Indigenous Beliefs
This paper examines the origins of human belief in the unseen (wujūd ghayb) through the lens of comparative religion. Belief in the supernatural is a universal phenomenon that has existed since the earliest humans, expressed in ancestor worship, animism, dynamism, and later in the conception of God within major world religions. The discussion explores the definition of the unseen, the evolutionary theory that highlights anthropology’s role in tracing the emergence of religion in prehistoric societies, and the revelation theory, which asserts that religion originates from God’s guidance to the first human. Furthermore, the paper analyzes the relationship between the unseen and systems of belief, with special attention to Indonesian traditions such as Marapu in Sumba, Malohe Adu in Nias, and ancestral worship among the Toraja. The study concludes that belief in the unseen constitutes a fundamental basis for both religious systems and cultural practices across human civilizations.

Muhammad Arifil A'la, 2025
Makalah ini membahas pengertian, sejarah, serta faktor-faktor perbedaan dalam Ilmu Qirā’at al-Qur... more Makalah ini membahas pengertian, sejarah, serta faktor-faktor perbedaan dalam Ilmu Qirā’at al-Qur’an. Qirā’at sebagai salah satu cabang Ulūm al-Qur’an memiliki peran penting dalam menjaga autentisitas bacaan al-Qur’an sejak masa Nabi Muhammad SAW hingga kini. Kajian dimulai dengan definisi qirā’at menurut para ulama, dilanjutkan dengan sejarah kodifikasi bacaan pada masa Khalifah Abū Bakar, ‘Umar, dan khususnya ‘Utsmān bin ‘Affān yang melakukan standarisasi mushaf. Selain itu, dibahas pula kontribusi para imam qirā’at serta peran tokoh seperti Abū Bakar Aḥmad bin Mujāhid dalam membukukan qirā’at sab‘ah. Perbedaan qirā’at ditinjau dari aspek lahjah, periwayatan, hingga kondisi penulisan mushaf awal yang belum mengenal titik dan harakat. Penelitian ini menunjukkan bahwa ragam qirā’at bukanlah bentuk kontradiksi, melainkan manifestasi dari keluwesan al-Qur’an yang diturunkan atas tujuh huruf, sehingga memudahkan umat Islam dari berbagai latar kebahasaan untuk membacanya.
Kata Kunci : Ilmu Qirā’at, Ilmu Qira'at, Sejarah al-Qur’an, Sab‘atu Aḥruf, Qirā’at Sab‘ah, Ulūm al-Qur’an, Sejarah Ilmu Qira'at, Sejarah Qira'at, Perkembangan Qira'at ,
This paper explores the definition, historical development, and underlying factors of variations in the Qur’anic reading tradition (‘Ilm al-Qirā’āt). As a branch of Qur’anic sciences (‘Ulūm al-Qur’ān), qirā’āt plays a crucial role in preserving the authenticity and diversity of Qur’anic recitation from the time of the Prophet Muhammad (peace be upon him) until the present day. The discussion begins with the terminological and scholarly definitions of qirā’āt, followed by a historical overview of the codification process during the caliphates of Abū Bakr, ‘Umar, and especially ‘Uthmān ibn ‘Affān, who standardized the Qur’anic text. The study also highlights the contributions of prominent reciters (qurrā’) and the pivotal role of Abū Bakr Aḥmad ibn Mujāhid in canonizing the seven readings (qirā’āt sab‘ah). Furthermore, the paper examines the causes of qirā’āt variations, ranging from dialectal differences and transmission chains (isnād) to the early orthography of the Qur’an, which lacked diacritical marks and vowel signs. This research demonstrates that the diversity of qirā’āt should not be viewed as contradiction but rather as a manifestation of the Qur’an’s universality, revealed upon seven aḥruf to facilitate accessibility for diverse linguistic communities among Muslims.

محمد عارف الأعلى, 2025
Aqsam al-Qur’an atau sumpah-sumpah Allah dalam Al-Qur’an merupakan salah satu aspek penting dalam... more Aqsam al-Qur’an atau sumpah-sumpah Allah dalam Al-Qur’an merupakan salah satu aspek penting dalam kajian Ulumul Qur’an yang memiliki fungsi retoris, teologis, dan pedagogis yang sangat mendalam. Kajian ini menguraikan pengertian aqsam sebagai bentuk penegasan (taukid) dalam penyampaian pesan ilahi, unsur-unsur qasam yang terdiri atas fi’il qasam, muqsam bih, dan muqsam ‘alaih, serta ragam bentuknya baik dhahir maupun mudhmar. Dalam perspektif kebahasaan, sumpah dipahami sebagai sarana untuk memperkuat ucapan sehingga lebih meyakinkan bagi pendengar, sedangkan dalam konteks wahyu, sumpah Allah berbeda dari sumpah manusia karena Allah bersumpah dengan Dzat-Nya sendiri maupun dengan ciptaan-Nya sebagai tanda kekuasaan dan kebesaran-Nya. Penelitian ini juga menelusuri macam-macam aqsam yang termaktub dalam Al-Qur’an, mulai dari sumpah dengan nama Allah, perbuatan-Nya, makhluk-Nya, waktu, hingga fenomena kosmik, yang keseluruhannya menegaskan pesan inti Al-Qur’an: tauhid, kebenaran risalah, serta kepastian hari akhir. Lebih lanjut, tujuan aqsam al-Qur’an tidak sekadar memperkuat komunikasi ilahi, melainkan juga mendidik umat agar merenungi keagungan ciptaan Allah, menyadari kebenaran mutlak Al-Qur’an, dan menerima perbedaan sikap manusia terhadap wahyu. Dengan memahami disiplin ini, studi Ulumul Qur’an menjadi lebih kaya karena membuka wawasan linguistik, retoris, dan teologis sekaligus. Penelitian ini menegaskan bahwa aqsam dalam Al-Qur’an bukan hanya sekadar gaya bahasa, melainkan juga instrumen dakwah, pendidikan iman, serta bukti kemukjizatan wahyu yang relevan sepanjang zaman.
Kata Kunci : Aqsam al-Qur’an , Ulumul Qur’an , Tauhid dalam Al-Qur’an , Retorika Qur’ani , Sumpah Allah , Makna Qasam , Qur’anic Rhetoric , علوم القرآن , أقسام القرآن , Qasam dalam Al-qur'an , Allah SWT bersumpah di dalam Al-Qur'an , AQSAM AL-QUR'AN PDF ,
Aqsam al-Qur’an, or the oaths of Allah in the Qur’an, represents a significant branch of Qur’anic Sciences (Ulumul Qur’an) with profound rhetorical, theological, and pedagogical functions. This study explores the definition of aqsam as a form of emphatic expression (tawkid) in conveying divine messages, its structural elements including the fi’il qasam (verb of oath), muqsam bih (that by which the oath is made), and muqsam ‘alaih (the statement being emphasized), as well as its various forms, both explicit (dhahir) and implicit (mudhmar). Linguistically, oaths serve as a mechanism to strengthen speech and assure the listener of its truthfulness. In the Qur’anic context, however, Allah’s oaths differ from human oaths: Allah swears by Himself and by His creations, signifying His supreme power and wisdom. The research further examines the different categories of oaths in the Qur’an—those sworn by the Divine Being, by His acts, by His Prophets, by time, and by cosmic phenomena—all of which underline the central messages of the Qur’an: the oneness of God (tawhid), the authenticity of revelation, and the certainty of the Hereafter. Ultimately, the purpose of aqsam al-Qur’an is not merely to reinforce communication, but also to educate believers to reflect upon divine creation, internalize the absolute truth of the Qur’an, and acknowledge the diverse human responses to revelation. By understanding this discipline, the study of Ulumul Qur’an is enriched, offering insights into linguistic artistry, rhetorical strategy, and theological depth. Thus, the oaths of Allah are not simply literary devices but enduring instruments of da’wah, faith cultivation, and proof of the Qur’an’s miraculous nature across time.

محمد عارف الأعلى, 2025
Ilmu Qira’at merupakan disiplin penting dalam Ulumul Qur’an yang tidak hanya mengatur cara bacaan... more Ilmu Qira’at merupakan disiplin penting dalam Ulumul Qur’an yang tidak hanya mengatur cara bacaan Al-Qur’an, tetapi juga berpengaruh besar dalam penafsiran makna ayat-ayatnya. Variasi qira’at mampu memperluas pemahaman tafsir, memberikan dimensi hukum fiqih, dan menguatkan aspek akidah serta kebahasaan. Makalah ini menyoroti tiga aspek utama: pengaruh qira’at terhadap tafsir, hikmah diturunkannya Al-Qur’an atas tujuh huruf (sab’atu ahruf), serta kedudukan qira’at tujuh dalam tradisi Islam masa kini. Perbedaan bacaan tidak dimaknai sebagai kontradiksi, melainkan rahmat yang memperlihatkan keluasan syariat, keindahan bahasa Al-Qur’an, dan kemudahan bagi umat Islam dalam berinteraksi dengan kitab suci. Dengan demikian, mempelajari qira’at tidak hanya menambah wawasan akademis, tetapi juga memperdalam apresiasi spiritual terhadap Al-Qur’an.
Kata Kunci : Pengaruh Qira’at dalam Tafsir Al-Qur'an , Tafsir , Tafsir Qur'an , Ulumul Qur'an , Ulumul Al-Qur'an , Al-Qur'an , Qira'at Sab'ah , Tujuh Qira'at Al-Qur'an , Ilmu Qira’at , Sab’ah Ahruf , Bacaan Al-Qur’an ,Tafsir dan Qira’at , Qur’anic Studies , القراءات القرآنية , علوم القرآن
The science of Qira’at is a vital discipline in Qur’anic Studies (Ulumul Qur’an) that regulates not only the modes of Qur’anic recitation but also significantly influences the interpretation of its verses. Variations in qira’at broaden exegetical perspectives, enrich legal and theological discussions, and highlight the linguistic beauty of the Qur’an. This paper examines three main aspects: the influence of qira’at on Qur’anic exegesis, the wisdom behind the revelation of the Qur’an upon seven modes (sab’atu ahruf), and the position of the seven canonical qira’at in contemporary Islamic scholarship. Rather than being contradictions, these variations represent divine mercy, inclusiveness, and the vastness of Islamic tradition. Studying qira’at thus provides not only academic enrichment but also a deeper spiritual appreciation of the Qur’an.

محمد عارف الأعلى, 2025
Ilmu Qira’at merupakan salah satu cabang penting dalam Ulumul Qur’an yang membahas tentang perbed... more Ilmu Qira’at merupakan salah satu cabang penting dalam Ulumul Qur’an yang membahas tentang perbedaan cara membaca Al-Qur’an sebagaimana diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dan diwariskan melalui para imam qira’at. Kajian ini menyingkap makna Qira’at, konsep Sab’ah Ahruf, serta ragam qira’at yang berkembang, baik dari segi kuantitas (Sab’ah, ‘Asyrah, dan Arba’ah ‘Asyarah) maupun kualitas (Mutawatir, Masyhur, Ahad, Syadz, dan Maudhu’). Penelitian ini menegaskan bahwa variasi bacaan Al-Qur’an bukan sekadar perbedaan teknis, melainkan bagian dari keindahan, keluasan rahmat, dan fleksibilitas syariat Islam dalam menghadapi keragaman umat. Dengan memahami Ilmu Qira’at, pembaca tidak hanya memperluas wawasan akademis, tetapi juga memperdalam penghayatan spiritual terhadap Al-Qur’an.
Kata Kunci : Ulumul Qur'an , Ulumul Al-Qur'an , Al-Qur'an , Qira'at Sab'ah , Tujuh Qira'at Al-Qur'an , Ilmu Qira’at , Sab’ah Ahruf , Bacaan Al-Qur’an ,Tafsir dan Qira’at , Qur’anic Studies , القراءات القرآنية , علوم القرآن
The Science of Qira’at is a significant branch of Qur’anic Studies (Ulumul Qur’an) that explores the differences in Qur’anic recitations as revealed to Prophet Muhammad (PBUH) and transmitted through the great Qira’at Imams. This study highlights the definition of Qira’at, the concept of Sab’ah Ahruf, and the various classifications of Qira’at—both in terms of quantity (Sab’ah, ‘Asharah, and Arba’ah ‘Asharah) and quality (Mutawatir, Mashhur, Ahad, Syadz, and Maudhu’). It emphasizes that the diversity of Qur’anic recitations is not merely a technical variation but a manifestation of the beauty, mercy, and inclusiveness of Islam in addressing human diversity. By studying Qira’at, readers gain not only academic enrichment but also a deeper spiritual connection with the Qur’an.

Muhammad Arifil A'la, 2022
Pemberontakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) tahun 1950 merupakan salah satu peristiwa penting ... more Pemberontakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) tahun 1950 merupakan salah satu peristiwa penting dalam sejarah Indonesia pasca pengakuan kedaulatan. Gerakan yang dipimpin oleh Raymond Westerling ini berusaha mempertahankan bentuk federal dan menentang integrasi penuh ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dengan mengangkat simbol mitologis “Ratu Adil”, APRA berusaha mendapatkan legitimasi dan dukungan rakyat, namun aksi militer tersebut berakhir dengan kegagalan. Tulisan ini membahas latar belakang terbentuknya APRA, jalannya pemberontakan di Bandung dan Jakarta, reaksi pemerintah Republik Indonesia Serikat (RIS), serta dampaknya terhadap semakin kuatnya gerakan unitarisme di berbagai daerah. Melalui kajian ini dapat dipahami bahwa kegagalan APRA justru mempercepat konsolidasi NKRI dan mengakhiri sistem federal yang diwariskan Belanda.
Kata Kunci : Pemberontakan APRA , Raymond Westerling , Ratu Adi l, RIS (Republik Indonesia Serikat) , NKRI , Federalisme vs Unitarisme , Sejarah Indonesia Modern , Gerakan Separatis , Makalah APRA , Makalah APRA pdf , Makalah APRA Pdf ,
The APRA Rebellion of 1950 was a crucial event in Indonesia’s early post-independence period. Led by Raymond Westerling, this movement sought to maintain a federal system and resist full integration into the Unitary State of the Republic of Indonesia (NKRI). By adopting the symbolic figure of “Ratu Adil” from Javanese prophecy, APRA attempted to gain public legitimacy, yet the rebellion ultimately failed. This paper examines the background of APRA’s formation, the course of its attacks in Bandung and Jakarta, the response of the Republic of the United States of Indonesia (RIS), and the broader impact on the rise of unitarism across the archipelago. The failure of APRA, instead of weakening the republic, accelerated the consolidation of NKRI and marked the end of Dutch-imposed federalism.

Muhammad Arifil A'la, 2025
This paper discusses Asbabun Nuzul—the circumstances and events behind the revelation of specific... more This paper discusses Asbabun Nuzul—the circumstances and events behind the revelation of specific Qur’anic verses—as a vital branch of Ulumul Qur’an (Qur’anic Sciences). It examines the definitions provided by classical scholars, the various categories of Asbabun Nuzul, the methods for authenticating their reports, and examples of verses with distinct historical contexts. Understanding Asbabun Nuzul enables readers to interpret the Qur’an in light of its original context, avoid misinterpretation, and derive wisdom applicable to contemporary life. This study emphasizes that knowledge of Asbabun Nuzul not only deepens one’s grasp of Qur’anic exegesis but also safeguards the purity of the divine message amidst the challenges of changing times.
Kata Kunci : Asbabun Nuzul; Ulumul Qur’an; Tafsir; Konteks Historis; Ayat Al-Qur’an; Metodologi Tafsir; Sejarah Pewahyuan, Sebab-sebab turun ayat, sebab-sebab turun ayat al-qur'an, Sejarah Asbabun Nuzul, Asbabun Nuzul Pdf, Occasions of Revelation, Qur’anic Sciences, أسباب النزول , علوم القرآن
Makalah ini membahas Asbabun Nuzul, yaitu sebab-sebab yang melatarbelakangi turunnya ayat-ayat Al-Qur’an, sebagai salah satu cabang penting dalam kajian Ulumul Qur’an. Pembahasan mencakup pengertian Asbabun Nuzul menurut para ulama, ragam bentuknya, metode mengetahui riwayatnya, serta contoh-contoh ayat yang memiliki latar belakang historis tertentu. Dengan memahami Asbabun Nuzul, pembaca dapat menafsirkan ayat Al-Qur’an sesuai konteks turunnya, menghindari kesalahpahaman, serta menggali hikmah yang relevan untuk kehidupan. Kajian ini menegaskan bahwa pengetahuan tentang Asbabun Nuzul tidak hanya memperkaya pemahaman tafsir, tetapi juga menjaga kemurnian pesan ilahi dalam menghadapi dinamika zaman.
Kata Kunci : Asbabun Nuzul; Ulumul Qur’an; Tafsir; Konteks Historis; Ayat Al-Qur’an; Metodologi Tafsir; Sejarah Pewahyuan, Sebab-sebab turun ayat, sebab-sebab turun ayat al-qur'an, Sejarah Asbabun Nuzul, Asbabun Nuzul Pdf, Occasions of Revelation, Qur’anic Sciences, أسباب النزول , علوم القرآن

Mahammad Arifil A'la, 2025
This paper explores the concept of amsal in the Qur’an—parables and analogies employed to convey ... more This paper explores the concept of amsal in the Qur’an—parables and analogies employed to convey divine messages in a profound and touching manner. Amsal serve as an educational tool that bridges abstract truths with the realities of daily life, thus facilitating a deeper understanding and appreciation of Qur’anic teachings. The study categorizes the different types of amsal, both explicit and implicit, and analyzes the wisdom embedded within them. It also examines the role of amsal in shaping the mindset, ethics, and spiritual awareness of Muslims, as well as their relevance in contemporary social and da‘wah contexts. By understanding amsal, readers are encouraged to approach the Qur’an with a more contextual and practical perspective.
Kata Kunci : Amsal Al-Qur’an; Perumpamaan; Analogi Qur’ani; Pendidikan Qur’ani; Tafsir; Pesan Moral; Dakwah Kontemporer, Al-Qur'an, Kitab Al Qur'an, Mukjizat Al-Qur'an, Ulumul Qur'an, Sejarah Amsal Al-Qur'an, Macam-macam Amsal Qur'an, Qur’anic Parables, Qur’anic Rhetoric, أمثال القرآن الكريم , البلاغة القرآنية , دراسات التفسير ,
Makalah ini membahas konsep amsal dalam Al-Qur’an, yaitu perumpamaan atau analogi yang digunakan untuk menjelaskan pesan-pesan ilahi secara mendalam dan menyentuh hati. Amsal berfungsi sebagai media pendidikan yang menghubungkan kebenaran abstrak dengan realitas kehidupan sehari-hari, sehingga memudahkan pemahaman dan penghayatan ajaran Al-Qur’an. Kajian ini menguraikan berbagai jenis amsal, baik yang bersifat eksplisit maupun implisit, serta hikmah yang terkandung di dalamnya. Penelitian ini juga menelusuri peranan amsal dalam membentuk pola pikir, akhlak, dan kesadaran spiritual umat Islam, serta relevansinya dalam konteks sosial dan dakwah kontemporer. Dengan memahami amsal, pembaca diajak untuk lebih mendalami pesan Al-Qur’an secara kontekstual dan aplikatif.
Kata Kunci : Amsal Al-Qur’an; Perumpamaan; Analogi Qur’ani; Pendidikan Qur’ani; Tafsir; Pesan Moral; Dakwah Kontemporer, Al-Qur'an, Kitab Al Qur'an, Mukjizat Al-Qur'an, Ulumul Qur'an, Sejarah Amsal Al-Qur'an, Macam-macam Amsal Qur'an, Qur’anic Parables, Qur’anic Rhetoric, أمثال القرآن الكريم , البلاغة القرآنية , دراسات التفسير ,

Muhammad Arifil A'la, 2025
Makalah ini membahas Ulumul Qur’an sebagai disiplin ilmu yang mempelajari seluruh aspek yang berk... more Makalah ini membahas Ulumul Qur’an sebagai disiplin ilmu yang mempelajari seluruh aspek yang berkaitan dengan Al-Qur’an, mulai dari proses turunnya, pengumpulan, penulisan, pembacaan, penafsiran, hingga pengembangan kajian di era kontemporer. Kajian ini menelusuri ruang lingkup Ulumul Qur’an yang meliputi cabang-cabang ilmu seperti asbab al-nuzul, makkiyah-madaniyah, nasikh-mansukh, ilmu qira’at, i’jaz, balaghah, dan aspek kebahasaan lainnya. Pembahasan juga memaparkan lintasan sejarah perkembangan Ulumul Qur’an sejak masa Rasulullah SAW, sahabat, tabi’in, hingga lahirnya karya-karya monumental ulama klasik dan modern. Penelitian ini menunjukkan bahwa sifat dinamis Al-Qur’an menjadikan Ulumul Qur’an relevan dalam menjawab tantangan zaman, baik dalam ranah keagamaan maupun sosial, dengan tetap berlandaskan pada prinsip-prinsip keilmuan yang bersumber dari wahyu dan sunnah.
Kata Kunci: Ulumul Qur’an; Asbab al-Nuzul; Nasikh-Mansukh; Sejarah Tafsir; Qira’at; Balaghah; I’jaz al-Qur’an; Makkiyah-Madaniyah, Sejarah Ulumul Qur'an,
This paper examines Ulumul Qur’an (Qur’anic Sciences) as a comprehensive discipline that studies all aspects related to the Qur’an, from its revelation, compilation, and codification to its recitation, interpretation, and development in the contemporary era. It explores the scope of Ulumul Qur’an, encompassing fields such as asbab al-nuzul (occasions of revelation), makkiyah and madaniyah classification, nasikh and mansukh (abrogating and abrogated verses), qira’at studies, i’jaz al-Qur’an (the inimitability of the Qur’an), and linguistic and rhetorical analysis. The historical trajectory of Ulumul Qur’an is traced from the time of the Prophet Muhammad SAW and his Companions, through the era of the tabi‘in, to the formation of major classical works and the emergence of modern approaches. The findings highlight the dynamic nature of the Qur’an, demonstrating the continued relevance of Ulumul Qur’an in addressing religious, intellectual, and socio-cultural challenges across different eras, while remaining firmly rooted in the principles of revelation and Sunnah.
Kata Kunci
Ulumul Qur’an; Asbab al-Nuzul; Nasikh-Mansukh; Sejarah Tafsir; Qira’at; Balaghah; I’jaz al-Qur’an; Makkiyah-Madaniyah, Sejarah Ulumul Qur'an,

Muhammad Arifil A'la, 2025
القَصِيدَةُ المُحَمَّدِيَّة, atau dikenal sebagai Qosidah Muhammadiyah, adalah syair pujian yang ... more القَصِيدَةُ المُحَمَّدِيَّة, atau dikenal sebagai Qosidah Muhammadiyah, adalah syair pujian yang ditulis oleh Imam Muhammad bin Said al-Busiri. Syair ini memuji Nabi Muhammad ﷺ sebagai pribadi yang paling mulia, baik di kalangan Arab maupun non-Arab. Dalam bait-baitnya, al-Busiri menggambarkan Nabi Muhammad ﷺ sebagai sosok yang memiliki akhlak terpuji, penyebar kebaikan, dan pemimpin yang adil. Syair ini juga menyebutkan bahwa Nabi Muhammad ﷺ adalah mahkota para rasul dan pemimpin mereka, serta memiliki sifat-sifat mulia yang menjadi teladan bagi umat manusia
مُحَمَّدٌ خَيْرٌ مَنْ يَمْشِي عَلَى قَدَمِ مُحَمَّدٌ أَشْرَفُ الأعْرَابِ والعَجَمِ
مُحَمَّدٌ بَاسِطُ المَعْرُوفِ جَامِعَةً مُحَمَّدٌ صَاحِبُ اْلإِحْسَانِ وَاْلكَرَمِ
مُحَمَّدٌ تَاجُ رُسْلٍ اللهِ قاطِبَةً مُحَمَّدٌ صَادِقُ اْلأٌقْوَالِ والكَلِمِ
مُحَمَّدٌ ثابِتُ اْلمِيْثَاقِ حَافِظُهُ مُحَمَّدٌ طَيِّبُ الأَخْلَاقِ والشِّيَمِ
مُحَمَّدٌ خُبِيَتْ بالنُّورِ طِينَتُهُ مُحَمَّدٌ لَمْ يَزَلْ نُوراً مِنَ القِدَمِ
Kata kunci : Qosidah Muhammadiyah, Imam Muhammad bin Said al-Busiri, Syair Pujian Nabi Muhammad ﷺ, Sastra Islam Arab, Tradisi Sastra Arab, Budaya Islam, Puisi Islam
Uploads
Papers by Muhammad Arifil A'la
Kata Kunci: Al-Razi, filsafat Islam, rasionalisme, lima kekal, akal dan wahyu, jiwa universal, kosmologi Islam, empirisme, teologi rasional, filsafat ketuhanan, sejarah filsafat Islam, pemikiran ilmuwan Muslim, alkimia Islam, logika dan metafisika, hubungan ilmu dan agama.
Nama aslinya adalah Abu Nasr Muhammad bin Muhammad bin Tarkhan bin Auzalagh al-Farabi, lahiri di Fairab, Khurasan, atau Farab, Transoxania (kini masuk wilayah Uzbekistan Timur, Tajikistan Barat, Kazakhstan Selatan, Turkmenistan, dan Kyrgyzstan Selatan) pada tahun 870 M, dan wafat di Damaskus antara 14 Desember 950 atau 12 Januari 951. Tempat kelahirannya bisa saja di salah satu dari sekian banyak tempat di Asia Tengah-kala itu dikenal dengan nama Khurasan. Al-Farabi adalah salah satu tokoh dan filsuf terkemuka dalam sejarah pemikiran Islam yang meninggalkan jejak besar dalam dunia filsafat dan ilmu pengetahuan. Ia dikenal juga dengan julukan "Guru kedua" setelah Aristoteles, yang menunjukkan kedudukannya sebagai figur sentral dalam pengembangan filosofi di peradaban Islam klasik.
Kata Kunci : Surat-surat Nabi , Dakwah Islam , Diplomasi Nabi , Rasulullah SAW , Najasyi , Heraclius , Kisra Persia , Al-Muqauqis , Harits al-Ghassani , Mundzir bin Sawa , Jaifar bin Julandi , Dakwah Global , Sejarah Islam , Hubungan Islam dan Kristen , Hubungan Islam dan Persia , Perjanjian Hudaibiyah , Strategi Dakwah , Diplomasi Islam , Ekspansi Islam , Sejarah Dakwah Nabi.
Kata Kunci : Tafsir Al-Qur’an , Ta’wil , Tarjamah , Syarah , Penafsiran pada masa Nabi , Surat-surat Rasulullah , Ulumul Qur’an , Sejarah Tafsir , Metodologi Tafsir , Hadis dan Tafsir , Ijtihad Sahabat , Tafsir bil-Ma’tsur , Tafsir bil-Ra’yi , Wahyu dan Tafsir , Islam Klasik , Perkembangan Ulumul Qur’an , Exegesis , Qur’anic Studies , Translation of the Qur’an , Prophetic Letters , Sejarah Islam Awal.
Tafsir QS. Al-Baqarah Ayat 163,
Tafsir QS. Al-Baqarah Ayat 255, (Ayat Kursi)
Tafsir QS. Al-Qashash Ayat 88
Tafsir QS. Al-Anbiya Ayat 25
Tafsir QS. At-Taubah Ayat 129
Tafsir QS. Al-Ikhlas Ayat 1–4.
Setiap ayat dianalisis melalui pendekatan tafsir mu‘tabar dengan memperhatikan asbāb al-nuzūl, munāsabah, mufradat, dan pelajaran yang terkandung di dalamnya. Hasil pembahasan menunjukkan bahwa semua ayat tersebut menegaskan keesaan Allah, menolak segala bentuk syirik, dan menampilkan sifat-sifat kesempurnaan-Nya. Seluruh nabi dan rasul diutus untuk membawa risalah tauhid sebagai landasan akidah dan pembentuk akhlak mulia. Dengan demikian, pemahaman yang benar tentang tauhid menjadi pondasi utama bagi keimanan, ketakwaan, serta pembentukan karakter Islami dalam menghadapi tantangan kehidupan.
Kata Kunci : Tauhid; Ilāhiyyāt; Akidah Islam; Tafsir Ayat Tauhid; Asmā’ wa Ṣifāt; Ayat Kursi; Surat al-Ikhlāṣ; Anti-Syirik; Ulūm al-Qur’an; Tafsir Klasik; Tafsir Kontemporer; Asbāb al-Nuzūl; Munāsabah Ayat; Teologi Islam; Ketuhanan dalam al-Qur’an.
Muslim, secara keseluruhan, menghormati perbedaan pendapat. Muslim akan terpisahkan menjadi tujuh puluh tiga golongan. Muslim diklasifikasikan ke dalam tujuh puluh tiga kategori, sesuai hadits Nabi Muhammad SAW. Yang di riwayatkan oleh Abu Hurairah RA.
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اِفْتَرَقَ الْيَهُوْدُ عَلَى إِحْدَى أَوْ ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً، وَتَفَرَّقَتِ النَّصَارَى عَلَى إِحْدَى أَوْ ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً وَتَفْتَرِقُ أُمَّتِيْ عَلَى ثَلاَثٍ وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, ‘Kaum Yahudi telah terpecah menjadi tujuh puluh satu (71) golongan atau tujuh puluh dua (72) golongan, dan kaum Nasrani telah terpecah menjadi tujuh puluh satu (71) atau tujuh puluh dua (72) golongan, dan ummatku akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga (73) golongan.”
Tampaknya ada kelompok dalam khazanah Islam yang sangat dijunjung tinggi oleh umat Islam. Salaf adalah nama untuk kelompok ini (Rahman, 2021). Setiap diskusi tentang bagaimana memahami Islam sering kembali, dan dicari referensi yang mengarah ke kelompok itu. Oleh karena itu, tidak jarang kelompok-kelompok baru dalam Islam mengklaim dirinya sebagai kelompok ulama salaf yang tepat, dan dari sana salah satunya muncul sebagai firqah-firqah dalam Islam. Dalam Islam, munculnya firqah-firqah yang salah satunya terkait langsung dengan pemahaman ayat-ayat mutasyabihat. Ayat-ayat yang berhubungan dengan sifat-sifat Allah disebut dengan ayat-ayat mutasyabihat. Secara umum, setidaknya ada tiga kelompok yang berbeda dengan perspektif yang cukup bervariasi. Ada dua kelompok: ekstrim kanan dan ekstrim kiri dan Musyabbihah, dan satu kelompok moderat di tengah-tengah keduanya ialah Ahlussunnah Wal Jama’ah.
Dari sudut historis, gerakan salafisme ini melalui dua fase, di antaranya adalah: Fase Pertama yaitu fase periode Imam Ahmad bin Hanbal dan Ibn Taimiyyah. Namun, banyak ulama yang memberi catatan penting terkait penisbatan kelompok salafi kepada imam besar itu. Fase kedua yaitu periode setelah kedua imam besar tersebut, yaitu ketika muncul sebuah sekte yang bernama Wahabiyyah yang diprakarsai oleh Muhammad ibn Abdul Wahab (1703-1791 M/ 1115-1206 H) (Jawas, 2018).
Dalam artikel ini penulis akan membahas mengenai apa yang dimaksud dengan aqwal al-salaf, bagaimana penafsirannya dalam memahami ayat, dan siapa saja yang termasuk tokoh ulama salaf. Perbedaan mendasar antara ulama Salaf dan Khalaf adalah dalam hal manhaj, yang dimana Salaf lebih mengutamakan Naql daripada Aql, sedangkan Khalaf lebih mengutamakan Aql daripada Naql. Salaf lebih menyukai pendekatan tekstual, sedangkan Khalaf lebih menyukai pendekatan kontekstual (Fahamsyah, 2021).
Kata Kunci : Aqwal Salaf; Tafsir bi al-Ma’thūr; Ulumul Qur’an; Tafsir Klasik; Sahabat; Tabi‘in; Tabi‘ al-Tabi‘in; Taujīh al-Aqwāl; Otoritas Penafsiran; Sejarah Tafsir; Epistemologi Tafsir; Metodologi Tafsir; Perbedaan Qawl.
Sosok Al-Farabi memegang posisi yang sangat strategis dalam sejarah pemikiran filsafat Islam. Dikenal dengan julukan “guru kedua” setelah Aristoteles, ia berhasil meramu pemikiran klasik Yunani ke dalam kerangka ajaran Islam yang khas. Karya-karyanya, terutama konsep mengenai pencapaian kebahagiaan serta peran ilmu pengetahuan, memberikan fondasi penting baik dalam ranah filsafat teoretis maupun aplikatif.
Meskipun konteks zamannya berbeda jauh dengan era modern ini, gagasan-gagasan Al-Farabi justru masih memancarkan relevansi yang
kuat, sehingga menjadi sumber inspirasi sekaligus bahan kajian yang patut terus dihidupkan. Oleh karena itu, kajian mendalam seputar perjalanan hidup, pemikiran utama, serta dampak dan manfaat pemikiran tersebut bagi perkembangan intelektual masa kini sangatlah penting untuk
dilaksanakan.
Kata Kunci : Al-Farabi; Filsafat Islam; Guru Kedua; Logika; Metafisika; Epistemologi; Etika; Moralitas; Filsafat Politik; Teori Emanasi; Filsafat Kenabian; Neo-Platonisme; Aristoteles; Plato; Kebahagiaan (Tahṣīl al-Saʿādah); Agama dan Filsafat; Sejarah Intelektual Islam; Tradisi Pemikiran Klasik.
Makalah ini membahas sosok Al-Farabi (872–950 M), seorang filsuf Muslim besar yang dikenal sebagai al-Muʿallim al-Thānī (Guru Kedua) setelah Aristoteles. Kajian menyoroti biografi, latar belakang pendidikan, serta pemikiran utamanya dalam bidang logika, metafisika, etika, filsafat politik, hingga teori emanasi dan kenabian. Al-Farabi menempatkan akal sebagai sarana fundamental untuk mencapai kebahagiaan sejati (tahṣīl al-saʿādah) dan menekankan keterpaduan antara filsafat dan agama. Ia juga mengembangkan gagasan tentang negara utama yang dipimpin oleh pemimpin bijak berilmu. Pemikirannya menunjukkan sintesis antara filsafat Yunani klasik dengan nilai-nilai Islam, yang melahirkan landasan penting bagi perkembangan filsafat Islam dan pengaruhnya terhadap pemikiran Barat. Relevansi pemikiran Al-Farabi masih nyata hingga kini, terutama dalam upaya membangun pola pikir kritis, rasional, dan etis di tengah tantangan modern.
Ayat-ayat yang dianalisis adalah :
Tafsir Al-Qur'an Surah Al-Baqarah Ayat 177
Tafsir Al-Qur'an Surah Al-Baqarah Ayat 186
Tafsir Al-Qur'an Surah Al-Baqarah Ayat 256
Tafsir Al-Qur'an Surah Al-Baqarah Ayat 285
Tafsir Al-Qur'an Surah Ali ʻImran Ayat 84
Tafsir Al-Qur'an Surah Ali ʻImran Ayat 110
Tafsir Al-Qur'an Surah Ali ʻImran Ayat 179
Tafsir Al-Qur'an Surah An-Nisa Ayat 136
Tafsir Al-Qur'an Surah An-Nisa Ayat 162
Pembahasan meliputi penjelasan lafaz (al-mufradāt), asbabun nuzul, munasabah (kaitan ayat-ayat), serta penafsiran dari kitab-kitab tafsir muʿtabarah. Temuan menunjukkan bahwa ajakan beriman dalam ayat-ayat tersebut menuntut pengakuan hati, penguatan akidah (iman komprehensif), dan manifestasi dalam amal saleh—serta menegaskan prinsip kebebasan beriman, pentingnya konsistensi iman kepada semua rasul dan kitab, dan hubungan iman dengan takwa dan tanggung jawab sosial. Makalah ini diharapkan memperkaya pemahaman tematik tentang pokok-pokok keimanan dalam Al-Qur’an.
Kata Kunci : Iman; Tafsir Tematik; Al-Baqarah 177,186,256,285; Ali ʻImrān 84,110,179; An-Nisāʼ 136,162; Aqidah , al-Qur’an, Tafsir Tematik, Ketakwaan, Aqidah Islam
Tafsir ayat ayat tentang ajakan beriman kepada Allah, Tafsir Al Baqarah 177, 186 256 285, Ali Imran 84 ,110, 179 ,An-Nisa 136 , 162 ,
Kata Kunci: Al-Kindi, Filsafat Islam, Teologi, Kosmologi, Jiwa dan Akal , Filsafat Al Kindi Mengenai Ketuhanan , PPT Filsafat Al Kindi , Al-Kindi, Islamic Philosophy, Theology, Cosmology, Soul and Intellect ,
Kata Kunci: Al-Kindi, Filsafat Islam, Teologi, Kosmologi, Jiwa dan Akal , Al-Kindi, Islamic Philosophy, Theology, Cosmology, Soul and Intellect
This paper examines the philosophical thought of Al-Kindi, recognized as the first philosopher in the Islamic tradition, who sought to harmonize philosophy and religion. Al-Kindi asserted that God is al-Wujūd al-Ḥaqq (the True and Eternal Being), the sole Creator of the universe through the doctrine of creatio ex nihilo. His arguments for God’s existence are grounded in the principle of causality, the finitude of the cosmos, the analogy between macrocosm and microcosm, and the teleological proof (dalīl al-‘ināyah). Furthermore, this paper explores Al-Kindi’s cosmology, which rejects the Greek notion of an eternal universe, along with his views on the soul, intellect, and epistemology. For Al-Kindi, the soul is divine and immortal, while the intellect plays a central role in actualizing human knowledge. The study concludes that Al-Kindi laid the foundations of Islamic philosophy by integrating religion as a divine science with philosophy, and by positioning philosophy as a means of strengthening faith.
Kata Kunci: Wujud Gaib, Ilmu Perbandingan Agama, Animisme, Monoteisme, Kepercayaan Tradisional , Unseen World, Comparative Religion, Animism, Monotheism, Indigenous Beliefs
This paper examines the origins of human belief in the unseen (wujūd ghayb) through the lens of comparative religion. Belief in the supernatural is a universal phenomenon that has existed since the earliest humans, expressed in ancestor worship, animism, dynamism, and later in the conception of God within major world religions. The discussion explores the definition of the unseen, the evolutionary theory that highlights anthropology’s role in tracing the emergence of religion in prehistoric societies, and the revelation theory, which asserts that religion originates from God’s guidance to the first human. Furthermore, the paper analyzes the relationship between the unseen and systems of belief, with special attention to Indonesian traditions such as Marapu in Sumba, Malohe Adu in Nias, and ancestral worship among the Toraja. The study concludes that belief in the unseen constitutes a fundamental basis for both religious systems and cultural practices across human civilizations.
Kata Kunci : Ilmu Qirā’at, Ilmu Qira'at, Sejarah al-Qur’an, Sab‘atu Aḥruf, Qirā’at Sab‘ah, Ulūm al-Qur’an, Sejarah Ilmu Qira'at, Sejarah Qira'at, Perkembangan Qira'at ,
This paper explores the definition, historical development, and underlying factors of variations in the Qur’anic reading tradition (‘Ilm al-Qirā’āt). As a branch of Qur’anic sciences (‘Ulūm al-Qur’ān), qirā’āt plays a crucial role in preserving the authenticity and diversity of Qur’anic recitation from the time of the Prophet Muhammad (peace be upon him) until the present day. The discussion begins with the terminological and scholarly definitions of qirā’āt, followed by a historical overview of the codification process during the caliphates of Abū Bakr, ‘Umar, and especially ‘Uthmān ibn ‘Affān, who standardized the Qur’anic text. The study also highlights the contributions of prominent reciters (qurrā’) and the pivotal role of Abū Bakr Aḥmad ibn Mujāhid in canonizing the seven readings (qirā’āt sab‘ah). Furthermore, the paper examines the causes of qirā’āt variations, ranging from dialectal differences and transmission chains (isnād) to the early orthography of the Qur’an, which lacked diacritical marks and vowel signs. This research demonstrates that the diversity of qirā’āt should not be viewed as contradiction but rather as a manifestation of the Qur’an’s universality, revealed upon seven aḥruf to facilitate accessibility for diverse linguistic communities among Muslims.
Kata Kunci : Aqsam al-Qur’an , Ulumul Qur’an , Tauhid dalam Al-Qur’an , Retorika Qur’ani , Sumpah Allah , Makna Qasam , Qur’anic Rhetoric , علوم القرآن , أقسام القرآن , Qasam dalam Al-qur'an , Allah SWT bersumpah di dalam Al-Qur'an , AQSAM AL-QUR'AN PDF ,
Aqsam al-Qur’an, or the oaths of Allah in the Qur’an, represents a significant branch of Qur’anic Sciences (Ulumul Qur’an) with profound rhetorical, theological, and pedagogical functions. This study explores the definition of aqsam as a form of emphatic expression (tawkid) in conveying divine messages, its structural elements including the fi’il qasam (verb of oath), muqsam bih (that by which the oath is made), and muqsam ‘alaih (the statement being emphasized), as well as its various forms, both explicit (dhahir) and implicit (mudhmar). Linguistically, oaths serve as a mechanism to strengthen speech and assure the listener of its truthfulness. In the Qur’anic context, however, Allah’s oaths differ from human oaths: Allah swears by Himself and by His creations, signifying His supreme power and wisdom. The research further examines the different categories of oaths in the Qur’an—those sworn by the Divine Being, by His acts, by His Prophets, by time, and by cosmic phenomena—all of which underline the central messages of the Qur’an: the oneness of God (tawhid), the authenticity of revelation, and the certainty of the Hereafter. Ultimately, the purpose of aqsam al-Qur’an is not merely to reinforce communication, but also to educate believers to reflect upon divine creation, internalize the absolute truth of the Qur’an, and acknowledge the diverse human responses to revelation. By understanding this discipline, the study of Ulumul Qur’an is enriched, offering insights into linguistic artistry, rhetorical strategy, and theological depth. Thus, the oaths of Allah are not simply literary devices but enduring instruments of da’wah, faith cultivation, and proof of the Qur’an’s miraculous nature across time.
Kata Kunci : Pengaruh Qira’at dalam Tafsir Al-Qur'an , Tafsir , Tafsir Qur'an , Ulumul Qur'an , Ulumul Al-Qur'an , Al-Qur'an , Qira'at Sab'ah , Tujuh Qira'at Al-Qur'an , Ilmu Qira’at , Sab’ah Ahruf , Bacaan Al-Qur’an ,Tafsir dan Qira’at , Qur’anic Studies , القراءات القرآنية , علوم القرآن
The science of Qira’at is a vital discipline in Qur’anic Studies (Ulumul Qur’an) that regulates not only the modes of Qur’anic recitation but also significantly influences the interpretation of its verses. Variations in qira’at broaden exegetical perspectives, enrich legal and theological discussions, and highlight the linguistic beauty of the Qur’an. This paper examines three main aspects: the influence of qira’at on Qur’anic exegesis, the wisdom behind the revelation of the Qur’an upon seven modes (sab’atu ahruf), and the position of the seven canonical qira’at in contemporary Islamic scholarship. Rather than being contradictions, these variations represent divine mercy, inclusiveness, and the vastness of Islamic tradition. Studying qira’at thus provides not only academic enrichment but also a deeper spiritual appreciation of the Qur’an.
Kata Kunci : Ulumul Qur'an , Ulumul Al-Qur'an , Al-Qur'an , Qira'at Sab'ah , Tujuh Qira'at Al-Qur'an , Ilmu Qira’at , Sab’ah Ahruf , Bacaan Al-Qur’an ,Tafsir dan Qira’at , Qur’anic Studies , القراءات القرآنية , علوم القرآن
The Science of Qira’at is a significant branch of Qur’anic Studies (Ulumul Qur’an) that explores the differences in Qur’anic recitations as revealed to Prophet Muhammad (PBUH) and transmitted through the great Qira’at Imams. This study highlights the definition of Qira’at, the concept of Sab’ah Ahruf, and the various classifications of Qira’at—both in terms of quantity (Sab’ah, ‘Asharah, and Arba’ah ‘Asharah) and quality (Mutawatir, Mashhur, Ahad, Syadz, and Maudhu’). It emphasizes that the diversity of Qur’anic recitations is not merely a technical variation but a manifestation of the beauty, mercy, and inclusiveness of Islam in addressing human diversity. By studying Qira’at, readers gain not only academic enrichment but also a deeper spiritual connection with the Qur’an.
Kata Kunci : Pemberontakan APRA , Raymond Westerling , Ratu Adi l, RIS (Republik Indonesia Serikat) , NKRI , Federalisme vs Unitarisme , Sejarah Indonesia Modern , Gerakan Separatis , Makalah APRA , Makalah APRA pdf , Makalah APRA Pdf ,
The APRA Rebellion of 1950 was a crucial event in Indonesia’s early post-independence period. Led by Raymond Westerling, this movement sought to maintain a federal system and resist full integration into the Unitary State of the Republic of Indonesia (NKRI). By adopting the symbolic figure of “Ratu Adil” from Javanese prophecy, APRA attempted to gain public legitimacy, yet the rebellion ultimately failed. This paper examines the background of APRA’s formation, the course of its attacks in Bandung and Jakarta, the response of the Republic of the United States of Indonesia (RIS), and the broader impact on the rise of unitarism across the archipelago. The failure of APRA, instead of weakening the republic, accelerated the consolidation of NKRI and marked the end of Dutch-imposed federalism.
Kata Kunci : Asbabun Nuzul; Ulumul Qur’an; Tafsir; Konteks Historis; Ayat Al-Qur’an; Metodologi Tafsir; Sejarah Pewahyuan, Sebab-sebab turun ayat, sebab-sebab turun ayat al-qur'an, Sejarah Asbabun Nuzul, Asbabun Nuzul Pdf, Occasions of Revelation, Qur’anic Sciences, أسباب النزول , علوم القرآن
Makalah ini membahas Asbabun Nuzul, yaitu sebab-sebab yang melatarbelakangi turunnya ayat-ayat Al-Qur’an, sebagai salah satu cabang penting dalam kajian Ulumul Qur’an. Pembahasan mencakup pengertian Asbabun Nuzul menurut para ulama, ragam bentuknya, metode mengetahui riwayatnya, serta contoh-contoh ayat yang memiliki latar belakang historis tertentu. Dengan memahami Asbabun Nuzul, pembaca dapat menafsirkan ayat Al-Qur’an sesuai konteks turunnya, menghindari kesalahpahaman, serta menggali hikmah yang relevan untuk kehidupan. Kajian ini menegaskan bahwa pengetahuan tentang Asbabun Nuzul tidak hanya memperkaya pemahaman tafsir, tetapi juga menjaga kemurnian pesan ilahi dalam menghadapi dinamika zaman.
Kata Kunci : Asbabun Nuzul; Ulumul Qur’an; Tafsir; Konteks Historis; Ayat Al-Qur’an; Metodologi Tafsir; Sejarah Pewahyuan, Sebab-sebab turun ayat, sebab-sebab turun ayat al-qur'an, Sejarah Asbabun Nuzul, Asbabun Nuzul Pdf, Occasions of Revelation, Qur’anic Sciences, أسباب النزول , علوم القرآن
Kata Kunci : Amsal Al-Qur’an; Perumpamaan; Analogi Qur’ani; Pendidikan Qur’ani; Tafsir; Pesan Moral; Dakwah Kontemporer, Al-Qur'an, Kitab Al Qur'an, Mukjizat Al-Qur'an, Ulumul Qur'an, Sejarah Amsal Al-Qur'an, Macam-macam Amsal Qur'an, Qur’anic Parables, Qur’anic Rhetoric, أمثال القرآن الكريم , البلاغة القرآنية , دراسات التفسير ,
Makalah ini membahas konsep amsal dalam Al-Qur’an, yaitu perumpamaan atau analogi yang digunakan untuk menjelaskan pesan-pesan ilahi secara mendalam dan menyentuh hati. Amsal berfungsi sebagai media pendidikan yang menghubungkan kebenaran abstrak dengan realitas kehidupan sehari-hari, sehingga memudahkan pemahaman dan penghayatan ajaran Al-Qur’an. Kajian ini menguraikan berbagai jenis amsal, baik yang bersifat eksplisit maupun implisit, serta hikmah yang terkandung di dalamnya. Penelitian ini juga menelusuri peranan amsal dalam membentuk pola pikir, akhlak, dan kesadaran spiritual umat Islam, serta relevansinya dalam konteks sosial dan dakwah kontemporer. Dengan memahami amsal, pembaca diajak untuk lebih mendalami pesan Al-Qur’an secara kontekstual dan aplikatif.
Kata Kunci : Amsal Al-Qur’an; Perumpamaan; Analogi Qur’ani; Pendidikan Qur’ani; Tafsir; Pesan Moral; Dakwah Kontemporer, Al-Qur'an, Kitab Al Qur'an, Mukjizat Al-Qur'an, Ulumul Qur'an, Sejarah Amsal Al-Qur'an, Macam-macam Amsal Qur'an, Qur’anic Parables, Qur’anic Rhetoric, أمثال القرآن الكريم , البلاغة القرآنية , دراسات التفسير ,
Kata Kunci: Ulumul Qur’an; Asbab al-Nuzul; Nasikh-Mansukh; Sejarah Tafsir; Qira’at; Balaghah; I’jaz al-Qur’an; Makkiyah-Madaniyah, Sejarah Ulumul Qur'an,
This paper examines Ulumul Qur’an (Qur’anic Sciences) as a comprehensive discipline that studies all aspects related to the Qur’an, from its revelation, compilation, and codification to its recitation, interpretation, and development in the contemporary era. It explores the scope of Ulumul Qur’an, encompassing fields such as asbab al-nuzul (occasions of revelation), makkiyah and madaniyah classification, nasikh and mansukh (abrogating and abrogated verses), qira’at studies, i’jaz al-Qur’an (the inimitability of the Qur’an), and linguistic and rhetorical analysis. The historical trajectory of Ulumul Qur’an is traced from the time of the Prophet Muhammad SAW and his Companions, through the era of the tabi‘in, to the formation of major classical works and the emergence of modern approaches. The findings highlight the dynamic nature of the Qur’an, demonstrating the continued relevance of Ulumul Qur’an in addressing religious, intellectual, and socio-cultural challenges across different eras, while remaining firmly rooted in the principles of revelation and Sunnah.
Kata Kunci
Ulumul Qur’an; Asbab al-Nuzul; Nasikh-Mansukh; Sejarah Tafsir; Qira’at; Balaghah; I’jaz al-Qur’an; Makkiyah-Madaniyah, Sejarah Ulumul Qur'an,
مُحَمَّدٌ خَيْرٌ مَنْ يَمْشِي عَلَى قَدَمِ مُحَمَّدٌ أَشْرَفُ الأعْرَابِ والعَجَمِ
مُحَمَّدٌ بَاسِطُ المَعْرُوفِ جَامِعَةً مُحَمَّدٌ صَاحِبُ اْلإِحْسَانِ وَاْلكَرَمِ
مُحَمَّدٌ تَاجُ رُسْلٍ اللهِ قاطِبَةً مُحَمَّدٌ صَادِقُ اْلأٌقْوَالِ والكَلِمِ
مُحَمَّدٌ ثابِتُ اْلمِيْثَاقِ حَافِظُهُ مُحَمَّدٌ طَيِّبُ الأَخْلَاقِ والشِّيَمِ
مُحَمَّدٌ خُبِيَتْ بالنُّورِ طِينَتُهُ مُحَمَّدٌ لَمْ يَزَلْ نُوراً مِنَ القِدَمِ
Kata kunci : Qosidah Muhammadiyah, Imam Muhammad bin Said al-Busiri, Syair Pujian Nabi Muhammad ﷺ, Sastra Islam Arab, Tradisi Sastra Arab, Budaya Islam, Puisi Islam