Academia.eduAcademia.edu

Outline

TAJDID PEMIKIRAN ISLAM DI NUSANTARA

Abstract

PENDAHULUAN Modernisme dalam Islam dikenal sebagai kesadaran umat muslim akan keterbelakangan dan kejumudan ilmu pengetahuan. Istilah ini sering juga diganti dengan istilah-istilah lain seperti; reformism, reawakening, renaissance dan renewal, yang memiliki makna terkadang sama dalam kata yang berbeda atau sebaliknya, berbeda dalam kata yang sama. Maryam Jameelah dan Abdu al-Qadir al-Sufi, misalnya, memaknai istilah modernisme sebagai usaha yang ingin membaratkan atau mensekulerkan Islam, sehingga al-Sufi secara khusus menuduh para pelopor modernisme merupakan agen "Freemasonry" yang sengaja diperalat oleh organisasi rahasia kaum Yahudi untuk merusak dan melemahkan Islam dari dalam.(Abd al-Qadir al-Sufi , 1979: 4-5 dan Maryam Jameelah, 1977: 55) Sebaliknya, tokoh-tokoh besar Orientalis, seperti bahwa modernisme mencul sebagai reaksi dan apologia terhadap modernisasi dan westernisasi yang terjadi dalam masyarakat muslim melalui kolonialisme imperialisme. (H.A.R. Gibb: 63) Tetapi pendapat sarjana-sarjana di atas, tidak sepenuhnya meyakinkan. Pelopor-pelopor modernisme di dunia Islam, seperti Jamaluddin al-Afghani, Muhammad Abduh, dan Muhammad Iqbal, merupakan tokoh-tokoh Muslim yang menimba ilmu pengetahuan dari Barat. Pemahaman mereka terhadap falsafah, politik, sains dan teknologi Barat, menyadarkan mereka bahwa masyarakat Muslim pada umumnya tertinggal, bila dibandingkan dengan masyarakat Barat. Memang sejak penghujung abad ke 19, sebagaian besar kawasan dunia Islam telah jatuh ke tangan kolonialisme dan imperialisme Barat. Salah satu faktor yang mendorong penaklukan itu adalah karena bangsa-bangsa Barat menggunakan sains, teknik dan sistem organisasi yang lebih baik dibanding dengan apa yang dimiliki masyarakat Muslim. Karena itu pelopor-pelopor modernisme Muslim berusaha untuk memodernkan umat Islam melalui berbagai cara, antara lain, dengan berusaha melakukan pembaruan pemahaman terhadap doktrin, pembaruan sosial dan pendidikan, serta memperbarui cara-cara perjuangan politik untuk membebaskan diri dari kekuasaan penjajah. Tiga faktor yang mendasari munculnya ide modernisasi Islam yakni; Pertama, upaya penemuan kembali ajaran-ajaran / prinsip dasar Islam yang berlaku abadi, yang tidak dapat dibatasi oleh ruang dan waktu dan senantiasa modern, sehingga ciri yang muncul dalam aktifisme modernisasi / pembaruan Islam adalah pengakuan Qur'an dan Hadis sebagai sumber-sumber dasar pemikiran mereka, mereka berkeyakinan bahwa ijtihad, pintu ijtihad, masih tetap terbuka; mereka menolak taqlid (bukan berarti menolak para pendiri mazhab dan imam lain yang mengikutinya, tetapi berpendapat bahwa fatwa dan pendapat imam ini, sebagaimana pendapat siapapun, dapat diteliti terus). Mereka berpikir bahwa berlakunya suatu fatwa, pemikiran atau perbuatan hendaklah dinilai dengan dasar Qur'an dan Hadis. Oleh sebab itu pembicaraan tentang Islam tidak lagi

References (4)

  1. Berangkan komite dan berbagai organisasi yang bersifat embrional dan ad hoc, maka setelah itu dirasa perlu untuk membentuk organisasi yang lebih mencakup dan lebih sistematis, untuk mengantisipasi perkembangan zaman. Maka setelah berkordinasi dengan berbagai kiai, akhirnya muncul kesepakatan untuk membentuk organisasi yang bernama Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama) pada 16 Rajab 1344 H (13 Januari 1926). Organisasi ini dipimpin oleh K.H. Hasyim Asy'ari sebagai Rais Akbar. Untuk menegaskan prisip dasar orgasnisai ini, maka K.H. Hasyim Asy'ari merumuskan kitab Qanun Asasi (prinsip dasar), kemudian juga merumuskan kitab I'tiqad Ahlussunnah Wal Jamaah. Kedua kitab tersebut kemudian diejawantahkan dalam khittah NU, yang dijadikan sebagai dasar dan rujukan warga NU dalam berpikir dan bertindak dalam bidang sosial, keagamaan dan politik. NU menganut paham Ahlussunah waljama'ah, sebuah pola pikir yang mengambil jalan tengah antara ekstrim aqli (rasionalis) dengan kaum ekstrim naqli (skripturalis). Karena itu sumber pemikiran bagi NU tidak hanya al-Qur'an, sunnah, tetapi juga menggunakan kemampuan akal ditambah dengan realitas empirik. Cara berpikir semacam itu dirujuk dari pemikir terdahulu seperti Abu Hasan Al-Asy'ari dan Abu Mansur Al-Maturidi dalam bidang teologi. Kemudian dalam bidang fikih mengikuti satu mazhab:Syafi'i Sementara dalam bidang tasawuf, mengembangkan metode Al-Ghazali dan Junaid Al-Baghdadi, yang mengintegrasikan antara tasawuf dengan syariat. Gagasan kembali kekhittah pada tahun 1984, merupakan momentum penting untuk menafsirkan kembali ajaran ahlussunnah wal jamaah, serta merumuskan kembali metode berpikir, baik dalam bidang fikih maupun sosial. Serta merumuskankembali hubungan NU dengan negara. Gerakan tersebut berhasil kembali membangkitkan gairah pemikiran dan dinamika sosial dalam NU. REFERENSI Abd al-Qadir al-Sufi, Resurgent Islam 1400 Hijra (Norwich: Diwan Press, 1979)
  2. Maryam Jameelah, Islam and Modernisme (Lahore: Islamic Publication, 1977)
  3. H.A.R. Gibb, Modern Trends in Islam Wilferd C. Smith, Modern Islam in India Dadan Wildan, Sejarah Perjuangan Persis 1923-1983 (www.persis.org)
  4. _____________, Nahdlotul Ulama, (id.wikipedia.org)